majalahtabligh.com

Jebakan Pengalaman

Banyak orang bilang bahwa pengalaman adalah guru yang berharga. Namun, apakah hal itu sepenuhnya benar?
Tunggu dulu, karena bisa saja justru karena pengalaman kita terjebak kedalam bencana dan mimpi buruk yang tidak bertepi.
Kisah nyata di bawah ini, kiranya cukup menjadi nasehat bagi kita untuk tidak selalu mengandalkan dan mengagungkan masa lalu, guna menghadapi masa kini.
Dikisahkan seorang CEO ternama dan dikenal sangat sukses dan popular tertunduk lesu tak berdaya memandangi surat pemecatan dirinya dari Dewan Komisaris.
6 bulan yang lalu dia adalah seorang CEO yang sangat perkasa dan berkuasa penuh, lalu apa gerangan terjadi?
Sebelum CEO ini bergabung di perusahaan yang akhirnya menghentikan karirnya di tengah jalan, dia termasuk jajaran eksekutif favorit, dengan rekam jejak yang mengagumkan, dia berhasil membawa perusahaan yang dipimpinnya melaju dengan pertumbuhan bisnis yang fantastis.
Atas dasar prestasi inilah, diam-diam dia dihubungi konsultan untuk mau bergabung dengan perusahaan yang selama ini menjadi pesaing utama, tawar menawar selesai dan cocok akhirnya dia memutuskan hengkang untuk berkarir di perusahaan baru.
Kekaguman atas Masa Lalu yang menipu
Atas dasar pengalamannya di perusahaan terdahulu, dengan didukung otoritas penuh dari dewan komisaris, dia mulai meng-aplikasikan secara bulat-bulat cara lama yang dia yakini membawa kemajuan di perusahaan lama pada perusahaan barunya.
Sebagai catatan, sebelumnya CEO ini bekerja di sebuah multi national company (MNC) yang berbasis di Amerika Serikat, dengan kondisi kultur atau budaya barat, dengan kebiasaan dan perilaku orang Amerika serta dengan tata nilai khas perusahaan asal Amerika.
CEO ini sangat nyaman dan cocok, karena dia sendiri memiliki latar belakang pendidikan MBA dengan status kelulusan cum laude, salah satu budaya yang kuat dan khas dari perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat yaitu seperti: individualisme, performance atau kinerja, dan liberalisme atau kebebasan memilih yang relative lebih.
Adakah yang salah dengan budaya khas di atas? Tentu saja tidak karena memang budaya tersebut sangat dan hanya cocok untuk mereka yang lahir dan tumbuh besar di Amerika Serikat atau dengan kata lain budaya tersebut cocok untuk orang Amerika.
Sedangkan saat ini Sang CEO di-“bajak” untuk berkarir di perusahaan lokal atau nasional yang sedang bergerak maju menjadi perusahaan berkaliber regional bahkan hingga internasional.
Perlu diketahui juga bahwa sebelumnya perusahaan ini adalah awalnya perusahaan keluarga yang sukses berkembang hingga menjadi perusahaan besar dan menjadi perseroan terbuka dan dikelola secara profesional.
Sehingga tak heran nilai-nilai kearifan lokal, budaya khas Indonesia atau khususnya Jawa masih menjadi roh dari perusahaan ini, dan contoh dari nilai-nilai kearifan lokal atau budaya tersebut ialah: gotong royong, kekeluargaan, musyawarah mufakat, tepo seliro, dan penghormatan terhadap mereka yang lebih sepuh atau senior.
Bulan pertama CEO ini menginjakkan kakinya di perusahaan baru, dia dengan secara drastis dan ekstrim mengubah semua budaya dan kebiasaan yang ada, misalnya tidak ada lagi musyawarah mufakat untuk mengambil suatu keputusan. Dia mengatakan kepada bawahannya bahwa semua keputusan penting dan strategis adalah hak dan kewajiban dia selaku CEO, dan tidak perlu digugat atau dipertanyakan, cukup dilaksanakan saja. Bagi mereka yang tidak setuju dengan keputusan CEO dia mengatakan dengan lantang the door is always open”, alias jika elu tidak setuju elu musti cabut!”
Bulan kedua dia mengeluarkan instruksi kepada HRD bahwa untuk promosi jabatan hanya mengacu kepada performance saja, tidak perlu menggunakan variable masa kerja atau senioritas sebagai salah satu pertimbangan kenaikan pangkat dan jabatan.  Acara-acara family gathering dikurangi dan diganti dengan uang tunai saja, sehingga waktu untuk bekerja lebih efisien, tidak perlu ada libur yang memang tak penting hanya untuk jalan-jalan keluarga.
Bulan ketiga, dia mengeluarkan kebijakan bahwa setiap tim bertanggung jawab terhadap kinerjanya sendiri. Tidak boleh meminta bantuan tim atau departemen lain atau tolong menolong dan gotong royong karena itu hanya akan mengganggu kinerja departemen lain. Dia mengatakan, “Seharusnya jika masing-masing tim bekerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya maka semuanya seharusnya berjalan dengan baik!”
Sepintas apa yang dilakukan CEO ini memang cocok dan pas dengan aneka literatur dan referensi bisnis ala negara barat. Dan jika ditelaah lebih lanjut sebenarnya masuk akal juga. Namun apakah sesuatu yang tampaknya logis juga realistis?
Jelas terlihat sang CEO mengaplikasikan secara bulat-bulat cara lama dia di perusahaan lama di perusahaan baru dengan kondisi yang baru. Lalu apa yang terjadi di bulan keempat?
Alhasil, alih-alih membawa perbaikan dari waktu ke waktu perusahaan mengalami kemunduran, dimulai dari kemunduran motivasi hampir semua lini karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya demo besar-besaran oleh karyawan di pabrik, sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terjadi sejak perusahaan tersebut didirikan oleh generasi pertama pendiri perusahaan.
Kemudian terjadi peningkatan biaya yang tidak diikuti peningkatan penghasilan, peningkatan biaya ini terjadi akibat turn over yang sangat tinggi memecahkan rekor di industri sejenis. Keluarnya para punggawa terbaik perusahaan terjadi akibat mereka sudah tidak tahan dan tak sanggup bekerjasama dengan CEO yang katanya hebat itu.
Dengan turn over yang sangat dahsyat itu perusahaan harus merogoh kocek lebih dalam guna membayar pesangon, pension dini, dan tunjangan lainnya.
Biaya tinggi yang terus membengkak itu juga diakibatkan oleh proses rekrutmen yang diikuti dengan biaya training untuk menggantikan banyaknya karyawan yang mundur, kondisi tersebut juga berbanding lurus dengan turunnya revenue atau penghasilan perusahaan akibat penjualan yang turun drastic.
Hal ini karena beberapa komitmen pemesanan oleh pelanggan besar tidak bisa dipenuhi akibat mogok kerja oleh karyawan di pabrik yang berjalan selama beberapa minggu.
Dari lini Tim Penjualan setali tiga uang. Mereka memilih mundur meskipun belum dapat pekerjaan pengganti, daripada terus stres oleh tingkah laku sang CEO yang sungguh terlalu.
Melihat kondisi yang gawat ini, Dewan Komisaris melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa guna menyelamatkan hidup perusahaan itu.
Dan dari rapat yang berlangsung dalam kondisi tegang, hampir seluruh anggota Dewan Komisaris dan para pemegang saham mayoritas setuju untuk segera memecat CEO lulusan Amerika Serikat itu, dan segera menunjuk salah satu dari anggota Dewan Komisaris untuk menjabat CEO sementara, hingga didapatkan CEO baru yang lebih waras.
”Apa yang salah? Tidak ada, kecuali CEO ini terjebak oleh pegalamannya sendiri. Dia tidak sadar apa yang dia lakukan di masa lampau hanya cocok dan sesuai untuk kondisi saat itu dan situasi di tempat itu. Belum tentu secara utuh pengalaman di masa lalu sesuai dengan situasi masa kini.”
Mungkin kita sudah sering menyeberang di sungai sama, namun sungai yang sama hari ini belum tentu situasi-nya sama dengan sungai yang sama kemarin, maka adalah masuk akal bahwa “masa pakai masa lalu telah selesai membuat kita bijaksana hari ini, sehingga masa lalu tidak bisa kita gunakan semuanya untuk masa kini”.
Eling lan WaspodoBelajar dari pengalaman CEO di atas, syarat utama agar kita tidak terjebak oleh pengalaman kita sendiri adalah dengan tetap belajar untuk masa kini dan mendatang. Self renewal, self enrichment, sharpen the saw, self development, dan Add Feature Add Fortuneadalah berbagai istilah yang digunakan oleh para pakar pengembangan diri yang menggambarkan proses belajar berkelanjutan untuk mengatasi tantangan hari ini dan esok.
Selamat Berkarir dan Sukses Selalu untuk Anda!
Oleh Jazak Yus Afriansyah
@jazakYA
Share on Google Plus

About PebisnisMuslim.com

Pebisnis Muslim News adalah situs informasi bisnis dan ekonomi Islam yang dikelola oleh Pebisnis Muslim Group.

0 komentar:

Posting Komentar