PebisnisMuslim.Com - Dalam tulisan sebelumnya – Ulil Albab dan Bioeconomy – saya menulis landasan yang seharusnya bagi umat ini untuk menguasai bioeconomy. Kemudian di tulisan berikutnya – Bioeconomy dan Solusi Asap – saya memberikan contoh bagaimana solusi bioeconomy ini untuk mengatasi masalah kontemporer seperti asap dari pembakaran hutan. Maka rangkaian tulisan tersebut saya lengkapi dengan contoh peluangnya yang ada di sekitar kita untuk solusi bahan bakar sehari-hari dan bahan bakar industri.
Bahwa energi yang disebut Al-Qur’an itu dari pohon yang hijau (QS 36:80 dan QS 56 :72-73) itu benar sejak jaman dulu sampai jaman ultra modern ini. Generasi saya masih mengalami ibu kita memasak didapur langsung dari kayu. Generasi sekarang menggunakan bahan bakar fosil juga dari kayu jutaan tahun lalu, maka kedepannya juga akan kembali ke kayu baik berupa wood chip, wood pellet, bioethanol, biodiesel sampai ke biohydrogen.
Hal yang nampaknya kuno itu kini sudah kembali lagi, pasar wood chip dan wood pellet melonjak beberapa tahun terakhir ini. Bila tahun 2010 pasar wood pellets dunia baru sekitar 16 juta metric ton, tahun ini sudah lompat dua kalinya menjadi 33 juta metric ton. Diperkirakan masih tumbuh sekitar 50 % dalam lima tahun mendatang yang akan mendekati 50 juta metric ton.
Kebutuhan yang meningkat tersebut utamanya adalah adanya dorongan dan bahkan insentif dari negara-negara maju untuk menggunakan bahan bakar yang renewable ini. Wood pellet juga dipandang netral bagi effect CO2 ke udara bila konsumsinya diimbangi dengan penanaman tanaman baru – yang dalam proses pertumbuhannya menyerap banyak CO2.
Karena dorongan dan insentif inilah, maka meskipun harga minyak yang berasal dari fosil turun jauh sepanjang setahun terakhir misalnya – harga wood pellet di pasaran dunia relatif stabil.
Di negeri yang mengalami musim dingin, dimana rakyat memerlukan bahan bakar untuk menghangatkan rumahnya – pilihan mereka kini juga kembali ke wood chip dan wood pellet ini sebagai energi termurah untuk penghangat ruangan mereka – dibandingkan dengan gas, minyak dan listrik.
Dugaan saya bila sama-sama tidak disubsidi, bisa jadi wood chip dan wood pellet ini juga bisa lebih murah untuk bahan bakar rumah tangga kita yang di Indonesia.
Indonesia kinipun sudah mengekspor wood pellet ini utamanya ke Korea Selatan, karena negeri tersebutlah di Asia yang sudah sangat getol meningkatkan penggunakan bahan bakar renewable dari wood chip - utamanya untuk bahan bakar power plant mereka.
Yang menarik dari wood pellets ini adalah bahan baku yang melimpah di Indonesia, bahan baku yang bila tidak ditangani dengan baik malah menjadi musibah seperti kebakaran hutan di setiap musim kemarau di negeri ini. Semua biomassa dari batang kayu, ranting, daun, limbah pertanian, limbah kehutanan dan perkebunan – bisa dikonversi menjadi biomassa untuk bahan pellet ini.
Mesin- mesinnya juga sudah sangat banyak yang membuat, mau yang canggih seperti pabrik berjalan, yang murah dari negeri China, atau membuat sendiri-pun para insinyur kita insyaAllah juga mampu melakukannya. Kita tinggal memilihnya yang paling efisien sesuai dengan bahan baku yang ada di sekitar kita, dan yang paling menarik benefit/cost ratio-nya.
Kalau pasar dalam negeri masih perlu edukasi untuk menggunakannya, pasar export sesungguhnya sangat besar seperti yang tergambar dalam grafik di atas. Jadi yang dibutuhkan sekarang tinggal resources integrator, yang bisa merangkaikan seluruh sumber daya yang ada – mengolahnya – dan mengkomunikasikan ke pasar yang membutuhkannya.
Dengan satu item produk biomassa berupa chip atapun pellet ini saja, kita sudah bisa membayangkan tidak akan ada lagi biomassa yang terbakar atau dibakar sia-sia, baik skala kecil seperti limbah pertanian dan pepohonan di sekitar kita – apalagi biomassa besar seperti hutan dan semak di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi sampai Irian Jaya.
Kita tentu juga perlu memilih, ya jangan hutan-hutan kita yang dijadikan bahan bakar, cukup tanam-tanaman yang tidak produktif seperti pohon-pohon sawit tua yang kini jadi masalah besar bagi para pemiliknya. Bila tidak ditebang dan dibersihkan – dia meng-occupy lahan dan terus menyedot hara tanah, sementara untuk nenebang dan membersihkannya memerlukan biaya yang sangat besar. Problem pohon sawit tua inilah antara lain yang membuat pengusaha-pengusaha sawit negeri jiran memilih membuka lahan sawit baru di negeri kita – ketimbang meremajakan kebun mereka yang sudah tua di negeri asalnya.
Mesin-mesin seperti yang saya berikan contoh gambarnya tersebut diatas insyaAllah bisa berdaya guna ganda, mencegah kebakaran yang terus berulang di negeri ini – sekaligus menghasilkan bahan bakar renewable berupa wood chip atau wood pellet. Andakah yang akan mengambil peluangnya untuk mengitegrasikan resources tersebut ? kinilah saatnya untuk berfikir kearah sana.
Sumber: GeraiDinar.Com
0 komentar:
Posting Komentar