JAKARTA -- Misteri angka Rp 349 triliun transaksi mencurigakan yang disebut Menko Polhukam Mahfud MD beredar di Kementerian keuangan (Kemenkeu) mulai terkuak. Pihak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menekankan bahwa dana itu sedianya memang terindikasi merupakan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Ada pencucian uang, kami tidak pernah satu kali pun menyatakan tidak ada pencucian uang," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandanadalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Selasa (21/3). Namun, menurut dia temuan tersebut bukan berarti bahwa tindak pidana tersebut sepenuhnya dilakukan oleh Kemenkeu.
Penyerahan laporan kepada PPATK adalah bagian tugas pokok dan fungsi Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal. "Itu kebanyakan terkait dengan kasus impor-ekspor, kasus perpajakan, di dalam satu kasus saja kalau kita bicara ekspor-impor itu bisa lebih dari Rp 100 triliun, lebih dari Rp 40 triliun, itu bisa melibatkan," ujar Ivan.
Ia melanjutkan, ada tiga kategori dalam penyerahan laporan hasil analisis (LHA) dari PPATK. Pertama adalah LHA yang diserahkan terkait dengan oknum. Kedua, LHA yang menemukan indikasi tindak pidana dan oknumnya sekaligus.
Terakhir adalah penyampaian LHA yang menemukan tindak pidana asalnya, tapi tidak menemukan oknumnya. Artinya, temuan sebesar Rp 349 triliun tak bisa dikatakan seluruhnya berasal dari kementerian yang dipimpin Sri Mulyani itu.
"Jadi, sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu ke Kementerian Keuangan, ini jauh berbeda. Jadi, kalimat di Kementerian Keuangan itu juga kalimat yang salah. Itu yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan," ujar Ivan. "Sama halnya dengan kami serahkan kasus korupsi ke KPK, itu bukan tentang orang KPK, melainkan lebih kepada karena tindak pidana korupsi itu, penyidik TPPU, dan pidana asalnya adalah KPK," kata dia melanjutkan
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Senin (20/3) malam juga memaparkan 300 surat dari PPATK terkait nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun yang dikirimkan kepada pihaknya pada 13 Maret 2023.
“(Ratusan surat tersebut) berisi rekapitulasi data hasil analisis dan pemeriksaan serta informasi transaksi keuangan berkaitan dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) periode 2009-2023,” kata dia dalam konferensi pers penjelasan Hasil Rapat Komite TPPU terkait transaksi mencurigakan yang dipantau secara virtual dari Jakarta.
Sejumlah data fantastis keluar dari paparan tersebut. Misalnya, Menkeu mengungkapkan bahwa 99 dari 300 surat terkait aparat penegak hukum (APH) dengan nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp 74 triliun.
Adapun 135 surat lainnya yang menyangkut nama pegawai Kemenkeu disebut memiliki nilai transaksi mencurigakan Rp 22 triliun. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa 65 dari 300 surat terkait transaksi keuangan dari perusahaan atau badan atau perorangan yang tidak ada di dalamnya pegawai dari Kemenkeu.
Artinya, kata Sri Mulyani, PPATK menduga ada transaksi perekonomian dari perdagangan atau pergantian properti yang mencurigakan. Surat-surat itu dikirimkan kepada Kemenkeu supaya bisa ditindaklanjuti sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kementerian tersebut.
“Satu surat yang menonjol dari PPATK adalah surat tahun 2020 yang dikirimkan pada 19 Mei 2020. Satu surat dari PPATK ini menyebutkan ada transaksi (mencurigakan) sebesar Rp 189,27 triliun,” kata Menkeu. Masa tersebut berbarengan dengan dimulainya pandemi Covid-19 di Tanah Air.
Mengingat satu surat tersebut memiliki nilai transaksi mencurigakan yang besar, maka pihaknya melakukan penyelidikan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) untuk melakukan penelitian terhadap surat tersebut.
Menkeu menyatakan, ada 15 individu dan entitas yang menyangkut surat dengan nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp 189,27 triliun sepanjang 2017-2019. Berdasarkan hasil penelitian dari DJBC yang sudah ditindaklanjuti oleh Kemenkeu dan dibahas bersama dengan PPATK pada September 2020, 15 entitas tersebut melakukan kegiatan antara lain ekspor, impor, emas batangan, dan emas perhiasan, dan money laundry changer.
Setelah dinyatakan tidak ada transaksi mencurigakan di DJBC, DJP memperoleh surat yang sama (dengan nilai transaksi Rp 189,27 triliun) dan surat lain dari PPATK yang mencatatkan jumlah transaksi mencurigakan sebesar Rp 205 triliun dari 17 entitas (sebelumnya Rp 189,27 triliun dari 15 entitas). Seluruh pihak yang terkait telah diteliti secara mendalam dan akan ditindaklanjuti oleh Kemenkeu serta PPATK jika ditemukan bukti-bukti lainnya.
"Satu surat ini saja menyebutkan transaksi sebesar Rp189 triliun. Bayangkan ya tadi total (transaksi mencurigakan) saja 349," kata Sri. "Disebutkan PPATK ada 15 individu dan entititas itu perusahaan dan nama orang yang tersangkut Rp189 triliun tersebut," ujar dia melanjutkan.
Di antara 15 entitas ini ada individu berinisial SB dengan catatan omzet Rp 8,247 triliun. Kecurigaan atas SB lalu ditelusuri Ditjen Pajak. "Dirjen pajak panggil yang bersangkutan muncul modus bahwa tadi SB gunakan nomor akun lima orang karyawannya, termasuk kalau bicara transaksi ini money changer," ujar Sri.
Ia menjanjikan, Kemenkeu secara proaktif minta kepada PPATK untuk menjalankan tugas menjaga keuangan negara. "Dalam hal ini, sebagian surat-surat dari Pak Ivan (Yustiavandana) adalah surat yang kami mintakan, jadi kita yang aktif, (sedangkan) sebagian lagi dari PPATK aktif sampaikan kepada kami,” kata Sri Mulyani.
Transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di tubuh Kemenkeu dalam rentang waktu 2009-2023 pertama kali dikemukakan oleh Menko Polhukam pada 8 Maret 2023 sebagai temuan dari PPATK. Pada 10 Maret 2023, Mahfud menyatakan bahwa transaksi tersebut bukan korupsi, melainkan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan melibatkan sekitar 467 pegawai di tubuh Kemenkeu.
Pada 14 Maret 2023, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan bahwa temuan tersebut merupakan angka yang berkaitan dengan pidana asal kepabeanan maupun perpajakan yang ditangani Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal.
Selanjutnya, pada Kamis (16/3) di Melbourne, Australia, Mahfud menyatakan akan menemui kembali Menkeu Sri Mulyani Indrawati untuk memperjelas persoalan seputar transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di Kemenkeu yang menjadi perbincangan publik dalam beberapa pekan terakhir.
Pada Senin (20/3), Mahfud MD justru menaikkan jumlah uang terkait transaksi keuangan mencurigakan itu. Jika sebelumnya ia mengatakan sejumlah Rp 300 triliun, kini angkanya mencapai Rp 349 triliun.
Menko Polhukam juga kembali menekankan bahwa transaksi janggal itu merupakan dugaan TPPU yang dilakukan pegawai Kemenkeu bersama eksternal Kemenkeu. []
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar