PebisnisMuslim.Com, Jakarta - Pelemahan rupiah terhadap dolar AS diprediksi akan terus terjadi hingga akhir 2015. Besaran nominal nilai tukar tersebut diperkirakan tidak akan stabil dan terus berfluktuasi.
“Siap-siap saja karena situasinya belum akan membaik,” kata pengamat ekonomi dari Center of Reform on Economics (CORE) Akhmad Akbar Susamto, Selasa (22/9).
Selain karena faktor global, dia membenarkan bahwa melemahnya rupiah disebabkan adanya tekanan impor. Meski impor saat ini sudah berkurang karena neraca perdagangan sudah surplus, namun tidak menghilangkan tanggungan Indonesia untuk membayar utang-utang dalam bentuk dolar AS, baik utang oleh negara maupun swasta.
Paket kebijakan ekonomi sendiri dinilai tidak membuat ada perbaikan rupiah. Pemerintah sendiri sewaktu mengeluarkan kebijakan ekonomi mengatakan akan ada tahap-tahap selanjutnya, tidak hanya terbatas pada tahap I tapi juga tahap II dan III. Menurut Akhmad, hal ini menimbulkan suatu ketidakpastian baru. “Orang berpikir apakah kebijakan ini akan menimbulkan efek baik atau tidak,” ucapnya.
Ada dua tujuan ketika pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi. Pertama dalam jangka pendek, paket tersebut sebagai kabar baik untuk pasar. Namun ternyata sebagai kabar baik pun, paket tersebut dinilai berkurang efektif.
Kedua, secara substansi paket kebijakan ekonomi diharap bisa mengubah sesuatu. Sayangnya, isi dari kebijakan tersebut bukan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi jangka pendek, melainkan hanya jangka menengah.
Yang bertugas menjaga nilai tukar rupiah adalah Bank Indonesia (BI). Selama ini, kata Akhmad, mereka juga terus menjaga stabilisasi rupiah. Namun baik BI maupun pemerintah harus segera memberi kepastian terhadap pasar. Percuma jika membuat kebijakan, namun tidak ada kepastian. “Yang paling gampang adalah menyerap APBN, sedangkan upaya lainnya tidak banyak yang bisa dilakukan,” ujarnya.
“Siap-siap saja karena situasinya belum akan membaik,” kata pengamat ekonomi dari Center of Reform on Economics (CORE) Akhmad Akbar Susamto, Selasa (22/9).
Selain karena faktor global, dia membenarkan bahwa melemahnya rupiah disebabkan adanya tekanan impor. Meski impor saat ini sudah berkurang karena neraca perdagangan sudah surplus, namun tidak menghilangkan tanggungan Indonesia untuk membayar utang-utang dalam bentuk dolar AS, baik utang oleh negara maupun swasta.
Paket kebijakan ekonomi sendiri dinilai tidak membuat ada perbaikan rupiah. Pemerintah sendiri sewaktu mengeluarkan kebijakan ekonomi mengatakan akan ada tahap-tahap selanjutnya, tidak hanya terbatas pada tahap I tapi juga tahap II dan III. Menurut Akhmad, hal ini menimbulkan suatu ketidakpastian baru. “Orang berpikir apakah kebijakan ini akan menimbulkan efek baik atau tidak,” ucapnya.
Ada dua tujuan ketika pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi. Pertama dalam jangka pendek, paket tersebut sebagai kabar baik untuk pasar. Namun ternyata sebagai kabar baik pun, paket tersebut dinilai berkurang efektif.
Kedua, secara substansi paket kebijakan ekonomi diharap bisa mengubah sesuatu. Sayangnya, isi dari kebijakan tersebut bukan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi jangka pendek, melainkan hanya jangka menengah.
Yang bertugas menjaga nilai tukar rupiah adalah Bank Indonesia (BI). Selama ini, kata Akhmad, mereka juga terus menjaga stabilisasi rupiah. Namun baik BI maupun pemerintah harus segera memberi kepastian terhadap pasar. Percuma jika membuat kebijakan, namun tidak ada kepastian. “Yang paling gampang adalah menyerap APBN, sedangkan upaya lainnya tidak banyak yang bisa dilakukan,” ujarnya.
Sumber: ROL
0 komentar:
Posting Komentar