PebisnisMuslim.Com, BogorDalam kaidah fikih telah dikenal luas di kalangan satu prinsip hukum Islam: “Maa la yatimmul-wajibu illa bihi fahuwa wajibun”. Maksudnya, apa-apa yang tidak sempurna satu kewajiban agama dengannya, maka hal itu menjadi wajib pula.
Dalam contoh aplikatifnya, sholat tidak akan sah bila tanpa wudhu, maka berwudhu untuk sholat menjadi wajib pula. Demikian dikemukakan Dr. Lukmanul Hakim, M.Si., dalam sambutannya pada pembukaan “Training Internasional Sistim Jaminan Halal”, yang diselenggarakan LPPOM MUI, 28 September 2015 di Bogor.
Dengan kaidah fiqhiyyah ini, Direktur LPPOM MUI ini menjelaskan lagi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan keharusan mengimplementasikan “Sistim Jaminan Halal (SJH)” oleh perusahaan yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal kepada LPPOM MUI. Tanpa membuat manual dan mengimplementasikan SJH ini, maka MUI tidak akan memberikan Sertifikat Halal (SH) kepada perusahaan.
Hal ini ditekankan oleh pimpinan LPPOM MUI ini kepada 68 peserta dari perusahaan-perusahaan mancanegara yang telah mendapatkan SH maupun baru mengajukan proses sertifikasi halal ke LPPOM MUI. Karena, “Pihak LPPOM MUI tidak dapat mengawasi 24 jam di lokasi pabrik perusahaan yang mengajukan sertifikasi halal, sementara SH yang diberikan berlaku selama dua tahun,” tuturnya dikutip laman halalmui.org.
Maka SJH merupakan satu sistim yang dirancang dan ditetapkan oleh LPPOM MUI guna menjamin kehalalan produk yang dihasilkan perusahaan, paling tidak selama masa berlakunya SH.
2 peserta mengkuti training, utusan dari 25 LSH dari lima benua: Australia, Eropa, Amerika, Afrika, dan tentu juga Asia. Diantaranya Negara-negara Australia, Italia, Amerika, Jepang, China.
Sumber: Hidayatullah
0 komentar:
Posting Komentar