JAKARTA -- Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menyambut baik keputusan the Global Environment Facility (GEF) Council untuk menyetujui 13 proyekdengan besaran dana sejumlah 78,5 juta dolar AS, yang dipimpin oleh FAO di 16 negara.
GEF merupakan fasilitas pendanaan global yang didirikan sejak tahun 1992 untuk membantu mengatasi masalah lingkungan yang paling mendesak di dunia. Sejak itu, GEF telah menyediakan lebih dari 21,1 miliar dolarAS dalam bentuk hibah dan memobilisasi tambahan 114 miliar dolar AS dalam pembiayaan bersama untuk lebih dari 5.000 proyek di 170 negara.
Proyek-proyek GEF dan FAO tersebut akan menjawab krisis lingkungan global yang mempengaruhi produktivitas dan keberlangsungan sistem pertanian, perikanan dan kehutanan di darat dan perairan di lima benua. Pada pelaksanaannya, proyek akan dilaksanakan dalam skema kemitraan dan didanai bersama dengan pemerintah negara yang terlibat Afghanistan, Azerbaijan, Benin, Brazil, Chili, Fiji, Indonesia, Madagaskar, Meksiko, Nikaragua, Pakistan, Filipina, Kepulauan Solomon, Tajikistan, Vanuatu, dan Venezuela.
Proyek-proyek yang telah disetujui ini akan memberikan jalan bagi negara-negara tersebut untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19, seraya membangun ketahanan jangka panjang terhadap goncangan di masa depan yang disebabkan peningkatan resiko iklim dan degradasi lingkungan. “Ada kebutuhan mendesak untuk menciptakan jalur pembangunan yang lebih baik dan ramah lingkungan, dan kemitraan antara FAO dan the GEF dapat menciptakan peluang bagi negara dan komunitas untuk membangun sistem pertanian dan pangan yang lebih inklusif, tangguh dan berkelanjutan; untuk produksi yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik,” ungkap Direktur Jenderal FAO QU Dongyu, dalam siaran persnya.
Proyek yang telah memperoleh persetujuan tersebut akan memberikan manfaat langsung kepada 480 ribu orang, memulihkan lebih dari 340 ribu hektar lahan yang terdegradasi, meningkatkan pengelolaan sekitar 7.4 juta hektar bentang darat, 5.2 juta hektar kawasan lindung darat dan laut, serta memitigasi 12.4 juta ton emisi gas rumah kaca.
Indonesia merupakan salah satu negara yang menerima benefit dari kerja sama FAO dan GEF ini. Terdapat dua proyek di Indonesia yang tercakup dalam skema kerja sama ini yaitu IFish dan ISLME (Indonesia Sea Large Marine Ecosytem).
IFish yang bernilai sebesar 6,1 juta dolar AS merupakan proyek FAO bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk pengarusutamaan konservasi keanekaragaman hayati perairan darat dan pemanfaatan berkelanjutan pada praktik perikanan darat di ekosistem perairan darat yang bernilai konservasi tinggi.
Proyek IFish merupakan proyek perikanan darat terbesar di Indonesia. Perikanan darat umumnya diusahakan industri skala kecil, oleh komunitas masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai. Pada tahun 2018, setidaknya 965.756 keluarga nelayan mengusahakan perikanan darat di seluruh Indonesia. Ini menunjukkan pentingnya perikanan darat pada pemenuhan kesejahteraan dan ketahanan pangan masyarakat.
IFish memiliki lima wilayah demonstrasi di Indonesia dengan target ikan bernilai tinggi di masing-masing wilayah, yakni sidat di Jawa (Cilacap dan Sukabumi), arwana dan perikanan beje di Kalimantan (Barito Selatan dan Kapuas), serta belida di Sumatera (Kampar).
Selain IFish, bersama KKP, FAO juga menjalankan proyek pengelolaan Ekosistem Laut Besar Indonesia (Indonesia Sea Large Marine Ecosystem). ISLME berada di jantung Perairan dan wilayah perbatasan kepulauan Indonesia dan Timor-Leste. Pengelolaan tersebut dikembangkan sebagai proyek regional yang dilaksanakan oleh Indonesia dan Timor-Leste, yang mencakup 213 juta hektar wilayah perairan yang termasuk dalam ISLME.
Proyek ISLME yang total bernilai 4 juta dolar AS yang dialokasikan sebagian besar untuk wilayah perairan Indonesia yang terletak di jantung kawasan biogeografis laut Indo-Pasifik barat. Pada wilayah yang kekayaan spesies lautnya terkaya di dunia ini terdapat 500 spesies terumbu karang, 2.500 spesies ikan laut, 47 jenis mangrove dan 13 jenis lamun.
Terdapat 16 provinsi di Indonesia yang bersisian atau bagian dari kawasan ISLME. Proyek ISLME memprioritaskan enam lokasi sebagai pilot proyek yaitu Laut Jawa (WPP 712), perairan Kalimantan Timur (WPP 713), perairan Laut Flores di Flores Timur NTT, dan Perairan Lombok (WPP 714/573).
Pemerintah Indonesia melalui KKP berharap wilayah-wilayah tersebut dapat mengelola dan mengembangkan komoditas penting seperti lobster, kepiting bakau, kerapu, kakap hingga rajungan.
Jutaan nelayan yang tinggal di kawasan ISLME itu sangat bergantung pada industri pesisir dan kelautan termasuk perikanan, budidaya, produksi minyak dan gas, transportasi, dan pariwisata. []
Sumber : Republika
0 komentar:
Posting Komentar