JAKARTA -- Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) sedang menyelesaikan pembahasan fatwa mengenai niaga daring. Fatwa tersebut akan menyentuh isu jual beli di marketplace, transaksi dropship, dan toko online berdasarkan tinjauan syariah.
Sekretaris Badan Pelaksana Harian (BPH) DSN MUI Jaih Mubarok menyampaikan, fatwa-fatwa tersebut ditargetkan dapat rampung pada akhir 2021. "Tiga drafnya sudah tersusun dan dalam proses pembahasan internal DSN MUI," kata Jaih kepada Republika, Selasa (2/11).
Selain ketiga fatwa tersebut, DSN MUI juga sedang memulai pembahasan fatwa mengenai BPJS Ketenagakerjaan. Dia mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan akan mengimplementasikan layanan syariah di Aceh pada awal 2022. Jaih mengatakan, fatwa ini juga berpotensi terbit pada akhir tahun ini.
Sementara itu, Komisi Fatwa MUI masih membahas fatwa aset kripto. Jaih mengakui, isu kehalalan aset kripto sudah menjadi perbincangan di masyarakat. Komisi Fatwa MUI turut melibatkan DSN MUI sebagai anggota. "Masih didalami karena menurut responden kripto itu ada dua, ada yang memiliki underlying dan ada yang tidak,” ungkapnya.
Jaih mengatakan, Komisi Fatwa masih mendalami underlying aset kripto tersebut. Hal yang disoroti adalah kesesuaian syariah dalam underlying aset kripto.
Pembahasan dan perumusan fatwa melibatkan para praktisi yang ahli dan aktif di industri kripto. Pekan lalu, Komisi Fatwa mengundang pemateri dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti) Kemendag serta Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo).
Hingga saat ini, DSN MUI telah mengeluarkan 143 fatwa. Pada 2021, DSN MUI mengesahkan lima fatwa baru tentang sejumlah problematika kekinian seputar keuangan syariah dalam Rapat Pleno Badan Pengurus DSN-MUI yang dilaksanakan pada 19 dan 24 Agustus 2021 lalu.
Investasi kripto
Terkait investasi dalam aset kripto, masyarakat dinilai perlu melakukan pendekatan yang holistik. Ahli keuangan syariah dari Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Dian Masyita, mengatakan, masyarakat harus mempelajari aset kripto secara mendetail sebelum memutuskan berinvestasi.
"Di saat negara membutuhkan banyak dana murah untuk mengatasi permasalahan dalam negeri, apakah bijaksana kalau uang ratusan triliunan rupiah setiap hari ditransaksikan untuk membeli bitcoin, ethereum, dan cryptocurrency yang membuat uang rupiah mengalirnya entah ke mana?" kata Dian.
Dalam pandangan Islam, perekonomian sangat berkaitan dengan usaha menggerakkan sektor riil. Pemerintah pun memutuskan meningkatkan utang demi memberikan stimulus dalam mendorong ekonomi. Oleh karena itu, menurut Dian, investor pun perlu mempertimbangkan aspek tersebut.
Dari sisi syariah, ujarnya, sudah ada banyak pendapat mengenai aset kripto meski belum resmi atau sebatas rekomendasi. Menurut Dian, pada akhirnya mata uang pemenang adalah mata uang digital yang kuat.
Hal itu tercapai apabila dimiliki oleh negara yang kuat atau memiliki global economic network yang kuat. Selain itu, aset digital yang akan menjadi pemenang harus aman, diterima oleh masyarakat, terbaik ekosistemnya, stabil, dan membawa kebaikan atau nilai sosial. []
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar