JAKARTA -- Langkah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang menambah modal disetor senilai Rp 1 triliun sehingga menguasai sekitar 82,7 persen saham PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) mendapat respons positif dari sejumlah kalangan. Apalagi kemudian akan dilanjutkan dengan tambahan modal penyerta dalam bentuk instrumen subordinasi Rp 2 triliun.
Bagi beberapa kalangan bank syariah pertama tersebut mempunyai nilai historis bagi perkembangan keuangan syariah di Indonesia. Saat awal pendirian Bank Muamalat, modal disetornya menggunakan dana jamaah haji.
Jika saat ini BPKH mengambil alih saham mayoritas Bank Muamalat, ini menjadi salah satu bentuk strategi jitu BPKH untuk mengembangkan dana jamaah haji yang pernah menjadi modal disetor dan hingga kini masih menjadi sumber dana pihak ketiga bank tersebut. Pandangan tersebut diungkapkan Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) Universitas Indonesia, Rahmatina Awaliah Kasri.
“Bahkan saat krisis ekonomi 1998, Bank Muamalat merupakan salah satu bank yang reliance. Ketika banyak bank menjadi pasien BPPN (Badan Penyelamatan Perbankan Nasional), kinerja Bank Muamalat malah bagus. Posisi non performing financing (NPF) hanya 1,5 persen,” katanya.
Ada sejumlah manfaat yang diperoleh BPKH dalam membeli saham mayoritas BMI, tambah Rahmatina. Pertama, aksi korporasi tersebut memperkuat brand perbankan syariah nasional di tengah gempuran bank digital dan konvesional. Kedua, BPKH dapat memanfaatkan jaringan perbankan yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Ketiga, layanan digital yang dapat diandalkan. Selain itu, Baitul Maal dan kegiatan sosialnya juga berjalan sustain untuk memberikan manfaat bagi umat.
Rahmatina menilai salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja BMI dalam beberapa tahun terakhir adalah mismanajemen. Sebelum BPKH masuk, banyaknya investor asing sebagai pemegang saham BMI diduga tidak mendukung corporate culture. “Investor asing lebih menghendaki profit oriented. Kehati-hatian yang sudah dibangun, dikompromikan dengan harapan meraih keuntungan yang lebih besar,” ujarnya.
Langkah korporasi BPKH sudah mendapat persetujuan internal dari para dewan pengawas, pemegang saham, dan Otoritas Jasa Keuangan. Sebelum membeli BMI, BPKH bekerjasama dengan PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA) untuk mengelola aset-aset BMI yang berkualitas rendah. “Dengan penjualan aset berkualitas rendah tersebut, posisi NPF BMI tinggal 0,5 persen. Sebelumnya 4-5 persen,” sambungnya.
Sebagai pemegang mandat jamaah haji, BPKH dapat memperkuat portofolionya sehingga mampu memberikan keuntungan (return) dan nilai manfaat yang optimal kepada jamaah haji. Di masa pandemi, kinerja sektor perbankan masih tetap baik. Alhasil, investasi ke sektor perbankan secara bisnis tetap berstatus hijau. Ia pun meyakini, hadirnya BPKH dalam postur kepemilikan BMI bisa mendorong terjadinya pemulihan ekonomi dan pengembangan keuangan syariah di Indonesia.
“Dengan menjadi pemegang saham mayoritas, BPKH bisa mengarahkan Bank Muamalat agar sesuai dengan visi-misi awalnya. Sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan jamaah haji,” tutur perempuan yang didaulat sebagai Most Influential Women in Islamic Business and Finance tahun 2020 ini.
Dalam pandangan Rahmatina, salah satu fokus BMI pada UMKM merupakan cara membangun sistem ekonomi syariah dan industri halal di Indonesia. BMI pun dapat meningkatkan reputasinya melalui initial public offering (IPO) di lantai bursa, dengan catatan harus meningkatkan akuntabilitas dan transparansi.
Keberadaan Islamic Development Bank (IDB) sebagai salah satu pemegang saham BMI juga menguntungkan BPKH untuk rencana investasi di negara-negara regional Timur Tengah. []
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar