Ketua Umum Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Riyanto Sofyan, optimistis sektor wisata halal akan bangkit lebih cepat dari tema wisata lainnya. Itu karena wisata halal punya karakteristik sesuai dengan tren kebutuhan wisatawan saat ini.
"Wisata yang bisa bertahan adalah yang punya karakteristik dan ini adalah wisata masa depan," kata Riyanto kepada Republika, beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, pandemi Covid-19 yang melanda dunia membentuk tiga perilaku baru yang menjadi tuntutan bagi dunia pariwasata. Hal itu adalah proses digitalisasi untuk meningkatkan efisiensi, kesehatan, serta pengendalian diri dari hura-hura yang kurang bermanfaat, bahkan memberi dampak buruk pada tubuh.
Ketiga tuntutan itu mesti ditangkap oleh para pelaku pariwisata halal karena memiliki jawaban atas tuntutan itu. Apalagi, pariwisata halal bersifat universal sehingga tidak dikhususkan bagi wisatawan Muslim, tetapi juga dapat dinikmati wisatawan non-Muslim.
Laporan Global Muslim Travel Index 2021 oleh lembaga pemeringkat Crescent Rating mencatat Indonesia sebagai destinasi wisata halal peringkat keempat terbaik di dunia setelah Malaysia, Turki, dan Arab Saudi. Meski turun peringkat dari 2019 lalu, GMTI menegaskan bukan berarti destinasi Indonesia memburuk, tetapi negara lain yang berhasil mendapatkan nilai lebih tinggi.
Riyanto memahami, pada situasi krisis tidak banyak yang dapat dilakukan pemerintah. Langkah pemulihan demi membangkitkan wisata halal sangat bergantung kepada para pelaku dengan inovasi bisnis sesuai kebutuhan konsumen.
Selain soal bisnis, pemahaman terhadap konsep pariwisata halal juga menjadi tantangan tersendiri yang harus dijawab seluruh pemangku kepentingan. Dalam menjawab tantangan itu, Riyanto menegaskan strategi promosi wisata halal harus dikemas dengan cara universal sehingga mudah dipahami masyarakat umum.
"Kita memahami kondisi pemerintah, tapi jangan lupa pariwisata halal itu bisa pulih dengan cepat jika difasilitasi. Setidaknya, dalam hal edukasi dan literasi masyarakat," kata dia.
Menyambut 2022, PPHI akan focus, pertama, pada penanggulangan krisis melalui restrukturisasi model bisnis. Sebab, dampak negatif Covid-19 yang mendalam terhadap perekonomian memaksa industri wisata untuk fokus pada posisi bertahan dari ancaman kebangkrutan.
Adapun fokus kedua, penguatan daya saing dengan strategi yang efektif untuk kembali memacu geliat wisata. Terakhir, membuat paket-paket yang kita harapkan bisa bekerja sama dengan maskapai, laboratorium tes Covid-19, marketplace, perbankan, hingga online travel agent.
"Kita mau berkolaborasi dalam satu ekosistem pariwisata sehingga bisa bangkit bersama. Kita terus bongkar pasang strategi," ujar dia.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, mengatakan, peluang Indonesia untuk memenangkan pasar wisata halal sangat besar karena keunggulan daerah yang beragam. Beberapa daerah potensial, yakni Aceh, Sumatra Barat, dan Nusa Tenggara Barat.
Pengeluaran sektor halal di Indonesia pada 2019 juga tercatat tembus 220 miliar dolar AS. Pada 2025 mendatang angka itu diproyeksi bertambah hingga 330,5 miliar dolar AS.
Hanya saja dalam situasi pandemi, Sandiaga memprioritaskan agar pariwisata halal terlebih dahulu fokus menggaet turis lokal. Sebab, tawaran-tawaran menggiurkan dari berbagai negara kepada wisatawan dunia, termasuk Indonesia, menjadi tantangan tersendiri.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan, selain menyiapkan kebutuhan sarana ibadah, wisata halal juga harus dimanfaatkan dalam mendorong kemajuan produk kreatif lokal setiap daerah. Baik dari makanan, kerajinan dan kriya, hingga fashion. Apalagi, fasilitas digital semakin mudah diakses setiap orang sehingga bisa dimanfaatkan untuk promosi.
"Kami akan terus kembangkan pariwisata halal karena ini wisata minat khusus yang bisa membangkitkan ekonomi pascapandemi," kata Sandiaga.
Pakar Pariwisata Universitas Andalas, Sari Lenggogeni, menjelaskan, pariwisata halal mengalami banyak perubahan dari semula kegiatan wisata untuk ibadah, lalu berubah menjadi perjalanan wisatawan Muslim ke negara-negara Muslim mengunjungi situs-situs sejarah, dan kini menjadi sebuah leisure dengan tambahan layanan.
Seiring perkembangannya, pergerakan wisatawan Muslim di dunia terus meningkat sehingga dimanfaatkan banyak negara, bahkan yang mayoritas penduduknya non-Muslim.
Ke depan, Pemerintah Indonesia harus selangkah lebih maju untuk membuat ekosistem pariwisata halal secara penuh. Dimulai dari kelengkapan akomodasi, barang-barang kebutuhan halal, hingga dukungan lembaga keuangan syariah dalam mendukung bisnis pariwista halal.
Di sisi lain, pemerintah daerah harus punya kepekaan terhadap potensi destinasinya masing-masing. Daerah wajib lebih aktif karena Indonesia terdiri atas ragam suku dan ras sehingga tidak dapat disamaratakan.
"Berbicara wisata halal masih sangat sensitif sehingga pemerintah harus lebih menonjolkan daerah-daerah yang saat ini sudah dikenal untuk wisata ramah Muslim," kata dia.
Perkuat Ekosistem Halal demi Jadi Pemain Utama Global
Menyadari besarnya potensi tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong optimalisasi potensi dan peluang pengembangan industri halal di Tanah Air. Apalagi, Indonesia merupakan negara dengan populasi penduduk Muslim terbesar di dunia mencapai 272,2 juta jiwa. Sementara, secara keseluruhan, posisinya dalam lingkup ekonomi syariah global berada di posisi keempat, atau di bawah Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Dalam mewujudkan ekosistem halal, Kemenperin pun telah mengeluarkan dua Peraturan Menteri Perindustrian terkait. Pertama, mengenai Kawasan Industri Halal, kemudian, kedua, tentang pembentukan Pusat Pemberdayaan Industri Halal.
Sekretaris Jenderal Kemenperin Dody Widodo menjelaskan, demi menghasilkan produk halal, banyak aspek yang menjadi perhatian, misalnya bahan baku, teknologi penunjang, fasilitas pendukung, dan sumber daya manusia (SDM) industri yang terlibat. “Kedua peraturan menteri tersebut dijalankan bersama mengembangkan industri halal yang mendukung pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia,” tutur dia, belum lama ini.
Dody menjelaskan, dari potensi ekonomi syariah global yang mencapai 2,02 triliun dolar AS, Indonesia sangat berpeluang mengembangkan industri halal, terutama pada sektor makanan dan minuman, fashion, farmasi, dan kosmetik.
Guna mengakselerasi perkembangan ekosistem halal di Indonesia, Kemenperin bersama kementerian/lembaga terkait, di antaranya Komite Nasional Ekonomi Syariah (KNEKS), Kementerian Keuangan, serta Kementerian PPN/Bappenas tengah menyusun peta jalan industri halal. “Hal ini diharapkan dapat mempercepat terbentuknya ekosistem halal dari aspek industri,” ujarnya menjelaskan.
Kemenperin, kata dia, juga semakin proaktif dalam mendukung pemberdayaan industri halal nasional yang diwujudkan dalam beberapa program utama, meliputi pembinaan SDM industri halal, pembinaan proses produksi, fasilitasi pembangunan infrastruktur halal, serta publikasi dan promosi, terutama yang berkaitan dengan industri halal nasional yang diwujudkan dalam beberapa program utama. Termasuk dukungan terhadap industri kecil dan menengah (IKM) yang selama ini telah mendapatkan fasilitas sertifikasi halal.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita turut menegaskan, kementerian fokus pada pengembangan industri halal di Indonesia. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, Indonesia perlu mengambil peran dalam industri yang berkembang pesat ini.
“Apalagi, negara-negara yang memakai dan memproduksi produk halal terbesar tidak hanya didominasi oleh negara Muslim. Contohnya Thailand yang memiliki pusat riset halal mutakhir, serta Brasil yang merupakan produsen terbesar makanan dan minuman halal,” tutur Menperin.
Kemenperin, ia menambahkan, telah mendirikan Kawasan Industri Halal (KIH) dengan infrastruktur yang terjamin demi memproduksi produk halal, sesuai Sistem Jaminan Produk Halal. Saat ini, telah terdapat tiga kawasan industri halal, salah satunya KIH Modern Cikande di Serang, Banten. Pada semester I 2021, sektor ini tumbuh signifikan sebesar 6,91 persen dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional menjadi 7,07 persen. []
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar