JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) tahun ini memiliki program layanan fasilitasi sertifikasi halal gratis (SEHATI). Layanan tersebut ditujukan untuk 25 ribu kuota dengan kategori pernyataan pelaku usaha (self declare).
"Baru sekitar 6.600-an yang mendaftar. Artinya, masih banyak kuota yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha," ujar Sekretaris BPJPH, Arfi Hatim, dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Selasa (14/6/2022).
Informasi tersebut dia sampaikan saat membawakan materi dalam Workshop Aplikasi SIHALAL bagi pelaku usaha, Sabtu (11/6/2022) kemarin. Layanan sertifikasi halal gratis melalui mekanisme self declare tersebut diberikan untuk pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).
Meski masuk dalam kategori pernyataan pelaku usaha, dia menyebut ada ikrar atau akad halal dan persyaratan lainnya yang harus diikuti. Nantinya juga akan dilakukan verifikasi oleh pendamping-pendamping yang telah mengikuti pelatihan khusus.
Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Kepala BPJPH No 33 Tahun 2022 tentang Juknis Pendamping Proses Produk Halal dalam Penentuan Kewajiban Bersertifikat Halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang Didasarkan atas Pernyataan Pelaku Usaha.
M Arfi Hatim menambahkan, untuk melakukan pendaftaran program SEHATI pelaku usaha dapat mengakses laman ptsp.halal.go.id.
"Bapak Ibu dapat mengakses laman tersebut melalui gadget yang dimiliki. Bisa handphone, laptop, atau komputer. Terpenting, harus memiliki sambungan internet," ucap Arfi.
Berikut daftar persyaratan sertifikasi halal gratis bagi pelaku usaha kecil kategori self-declare:
- Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya
- Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana
- Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) maksimal Rp 500 juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri dan memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp 2 miliar rupiah
- Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB)
- Memiliki lokasi, tempat, dan alat proses produk halal (PPH) yang terpisah dengan lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal
- Memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UMOT/UKOT), Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari tujuh hari atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait
- Memiliki outlet dan/atau fasilitas produksi paling banyak 1 (satu) lokasi
- Secara aktif telah berproduksi satu tahun sebelum permohonan sertifikasi halal
- Produk yang dihasilkan berupa barang (bukan jasa atau usaha restoran, kantin, catering, dan kedai/rumah/warung makan)
- Bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya. Dibuktikan dengan sertifikat halal, atau termasuk dalam daftar bahan sesuai Keptusan Menteri Agama Nomor 1360 Tahun 2021 tentang Bahan yang dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal
- Tidak menggunakan bahan yang berbahaya
- Telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping proses produk halal
- Jenis produk/kelompok produk yang disertifikasi halal tidak mengandung unsur hewan hasil sembelihan, kecuali berasal dari produsen atau rumah potong hewan/rumah potong unggas yang sudah bersertifikasi halal
- Menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan/atau semi otomatis (usaha rumahan bukan usaha pabrik)
- Proses pengawetan produk yang dihasilkan tidak menggunakan teknik radiasi, rekayasa genetika, penggunaan ozon (ozonisasi), dan kombinasi beberapa metode pengawetan (teknologi hurdle)
- Melengkapi dokumen pengajuan sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan pelaku usaha secara online melalui SIHALAL.
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar