JAKARTA -- Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin mendukung inovasi pembiayaan transisi energi melalui pembiayaan berbasis syariah. Salah satu instrumen yang diajukan Wapres yakni pemanfaatan dana wakaf.
Ma'ruf mengatakan, peruntukan dana wakaf sebenarnya tidak hanya dimanfaatkan untuk aktivitas keagamaan, seperti pembangunan masjid. Dia menekankan, potensi wakaf uang di Indonesia mencapai Rp 180 triliun per tahun.
"(Dana wakaf) bahkan (bisa dimanfaatkan) keberlangsungan kehidupan di masa yang akan datang, misalnya pembiayaan proyek energi baru terbarukan (EBT)," kata Wapres saat memberikan pidato kunci di acara Energy Transition Working Group (ETWG) G20 Seminar Series di Jakarta, Selasa (27/7).
Selain itu, menurut Ma'ruf, pembiayaan bisa didapatkan melalui sektor keuangan Islam yang menghasilkan keuntungan atau imbal hasil. Dia mengatakan, instrumen sukuk atau surat utang syariah juga memiliki potensi sebagai instrumen penghimpunan dana dari masyarakat untuk pembiayaan transisi energi. Ma'ruf pun meminta agar inovasi produk sukuk serta promosinya ditingkatkan sehingga masyarakat semakin berminat.
"Mekanisme pembiayaan proyek dengan prinsip-prinsip syariah juga dapat diterapkan sebagai alternatif mekanisme pembiayaan proyek-proyek transisi energi," ujar Ma'ruf.
Wapres menilai perlunya berbagai upaya alternatif untuk pembiayaan transisi energi mengingat kebijakan tersebut membutuhkan pembiayaan dan investasi yang relatif besar. Dia mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo yang telah menyampaikan bahwa Indonesia membutuhkan setidaknya 30 miliar dolar AS untuk membiayai transisi energi dalam delapan tahun ke depan.
"Oleh karena itu, saya menyambut baik diskusi tentang bagaimana kita dapat berinovasi di bidang pembiayaan transisi energi melalui pembiayaan yang berbasis syariah," ujarnya.
Ma'ruf menekankan, prinsip keuangan berkelanjutan, seperti energi terbarukan, efisiensi energi, transportasi ramah lingkungan, serta bangunan berwawasan lingkungan, sejalan dengan prinsip keuangan syariah. Karena itu, pembiayaan dengan skema syariah dapat dimanfaatkan untuk mendukung tujuan tersebut.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengingatkan, pembiayaan terhadap penanganan perubahan iklim dan pengentasan kemiskinan berjalan beriringan dan tidak bersifat eksklusif. “Kita perlu memastikan bahwa penanganan perubahan iklim dan pengentasan kemiskinan membutuhkan pembiayaan yang signifikan, tidak saling eksklusif,” kata Mahendra.
Mahendra menjelaskan, perubahan iklim memberikan tantangan bagi semua bangsa dan oleh karena itu penting untuk mengamankan pembiayaan berkelanjutan agar mampu mendukung transisi dari energi fosil ke energi terbarukan.
Menurut mantan wakil menteri luar negeri itu, menyelaraskan green ambitions dengan periode transisi ke energi baru-terbarukan secara realistis menjadi kunci penting. Krisis energi dan pangan global yang sebagian besar disebabkan oleh ketegangan politik saat ini bermuara pada kerentanan dalam ekonomi global.
Ia mencontohkan, Eropa yang ambisius menetapkan target transisi ke energi hijau berakhir pada peningkatan kebutuhan pembiayaan yang sebelumnya belum pernah terjadi. “Ini jelas bahwa energi bayu dan surya tidak akan bisa memenuhi kebutuhan energi yang dihasilkan dari bahan bakar fosil dalam waktu satu malam dan (transisi) ini memang membutuhkan perjalanan yang panjang,” ucapnya.
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar