JAKARTA -- Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menyampaikan hingga saat ini sebanyak 70 ribu ton beras impor telah masuk ke Indonesia. Ia meminta Bulog agar dapat menyelesaikan impor beras maksimal bulan Januari lantaran Februari petani lokal sudah memasuki musim panen.
Sebelumnya pemerintah menargetkan sebanyak 200 ribu ton beras impor dapat masuk sebelum akhir tahun 2022 dan 300 ribu ton pada awal tahun 2023.
"Ini baru masuk 70 ribu ton, nanti masuk lagi Januari. Saya bilang, Februari Maret jangan impor lagi karena petani sudah panen," kata Zulkifli dalam Webinar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia yang digelar pada Selasa (27/12/2022).
Zulhas menegaskan, sejak awal telah menolak impor beras karena Menteri Pertanian (Syahrul Yasin Limpo) menyatakan akan surplus beras hingga 7 juta ton.
Namun di sisi lain, tren harga gabah dan beras dalam negeri terus meningkat hingga Rp 1.000 per kg dan berbahaya kepada inflasi. Sementara, Bulog tidak mampu menyerap produksi dalam negeri dengan harga yang kelewat tinggi dari acuan pemerintah.
Acuan harga pembelian gabah Bulog maksimal Rp 4.450 per kg dan beras Rp 8.200 per kg. Namun, harga gabah telah di atas Rp 5.500 per kg dan beras dari penggilingan Rp 9 ribu per kg.
"Mentan bilang surplus 7 juta ton saya percaya saja tapi dalam hati saya mengatakan lain," ujarnya.
Berbekal optimisme produksi dalam negeri yang cukup, pemerintah sempat menugaskan Bulog untuk membeli sesuai harga pasar, dan menjualnya lebih rendah sesuai acuan harga jual. Pemerintah akan mensubsidi selisih harga.
"Kita minta Bulog beli beras dengan harga Rp 10 ribu per kg, subsidi Rp 1.000 per kg, kalau dua juta ton cuma Rp 2 triliun, tidak apa-apa. Ternyata kita cari, berasnya tidak ada juga," katanya.
Lantaran pasokan Bulog menipis hingga kisaran 300 ribu ton dan kebutuhan operasi pasar terus tinggi, Zulhas menyebut kepercayaan pelaku pasar perberasan terganggu. Di sisi lain, beras menyangkut hajat hidup orang banyak karena menjadi bahan pangan harian utama yang selalu dikonsumsi.
Alhasil, Zulhas mengatakan, mau tidak mau pemerintah memutuskan untuk mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton.
Ketua Umum ICMI sekaligus Rektor IPB University, Arif Satria, mengatakan, kebijakan ekspor impor pangan menyangkut kembali kepada data. Oleh karena itu, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi penting karena menjadi sumber pengambilan keputusan.
Pihaknya pun berharap ke depan BPS menyampaikan data yang akurat sebagai dasar perhitungan agar kebijakan perberasan juga tepat. []
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar