majalahtabligh.com

LPPOM Masih Audit Mixue, Sanksinya Terlalu Ringan



JAKARTA -- Proses sertifikasi halal produk Mixue sudah hampir selesai. Saat ini, prosesnya sudah masuk tahapan audit oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM MUI. Direktur Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika MUI, Muti Arintawati menjelaskan, pihak Mixue memasang logo halal di gerainya karena tidak mengetahui bahwa tidak boleh memasang label tersebut jika masih dalam proses sertifikasi.

"Sekarang auditnya sudah jalan tinggal di ujung. Sudah di atas 70 persen proses auditnya, sudah selesai, tinggal proses melengkapi dan perbaikan," kata Muti dalam acara 'Media Gathering' di Rumah Kenangan Senopati, Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023). 

Muti mengatakan, sebenarnya proses pengajuan sertifikasi halal bagi importir sama saja dengan pengajuan perusahaan lokal. Menurut Muti, importir, termasuk yang berasal dari Cina, bisa mendaftar lewat SIHALAL. 

Sistem Informasi Halal (SIHALAL) merupakan aplikasi layanan Sertifikasi Halal berbasis website yang diluncurkan BPJPH Kementerian Agama. Untuk mendaftarkan sertifikat halal secara online, perusahaan importir tinggal mengikuti langkah-langkahnya melalui website SIHALAL, yaitu https://ptsp.halal.go.id.

Langkah selanjutnya adalah penetapan lembaga pemeriksa halal (LPH) berdasarkan pilihan dari pemohon. Proses ini berlangsung selama maksimal lima hari kerja. LPH yang dipilih harus memiliki akreditasi dan kompetensi untuk melakukan sertifikasi produk, seperti halnya LPPOM MUI. 

"Setelah masuk di LPPOM, baru kami akan melakukan proses audit seperti halnya perusahaan-perusahaan lokal. Artinya, proses audit juga dilakukan ke lokasi produksi. Jadi pada saat lokasi produksinya di Eropa, ya kami harus ke Eropa. Pada saat di China, ya harus ke China," kata Muti menjelaskan. 

Hasil pengujian LPPOM MUI selanjutnya akan disampaikan ke BPJPH. Adapun dokumen yang harus diserahkan oleh LPPOM adalah produk dan bahan yang digunakan, PPH, hasil analisis atau spesifikasi, berita acara pemeriksaan, dan rekomendasi. Tahap selanjutnya adalah sidang fatwa halal dari Komisi Fatwa MUI yang ditandai dengan terbitnya keputusan penetapan kehalalan produk. Setelah itu, barulah sertifikat halal diterbitkan oleh BPJPH. 

Untuk biaya pengajuannya sendiri merujuk pada Keputusan Kepala BPJPH Nomor 141 Tahun 2021 tentang Penetapan Tarif Layanan BLU BPJPH. Di dalam regulasi ini telah dijelaskan semua besaran biaya pengajuan sertifikat halal. "Itu sudah ditetapkan di sana, dan itu berlaku, baik pengusaha lokal maupun internasional," ucap Muti.

Muti menegaskan, proses sertifikasi halal tidak sulit dan cukup cepat. Selama memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan, menurut Muti, perusahaan hanya membutuhkan waktu 21 hari dalam pengajuan sertifikasi halal. "Kalau mengikuti aturan bahwa total itu memang 21 hari idealnya," kata Muti. 

Untuk perusahaan dalam negeri rata-rata proses sertifikasi halal di LPPOM MUI selama 28,63 hari kalender. Sementara itu, rata-rata untuk perusahaan luar negeri adalah 29,92 hari kalender.  "LPPOM MUI sudah memenuhi aturan tersebut jika waktu proses dikurangi hari libur, termasuk libur nasional," ucap Muti.

Mixue dikabarkan mendaftar sertifikasi halal pada 14 November 2022. Produsen tersebut mendaftarkan diri dengan nama PT Zhisheng Pacific Trading. BPJPH mencatat ada 37 produk sejauh ini yang didaftarkan untuk mendapatkan sertifikat halal. Lebih lanjut, total ada 617 gerai (outlet) yang didaftarkan. 

Muti menegaskan, perusahaan yang belum memiliki sertifikasi halal tidak bisa untuk mencantumkan logo halal. Hal ini disampaikan Muti menanggapi pengaduan adanya gerai Mixue, yang terlalu dini memasang logo halal Indonesia. "Mengenai sanksi yang mengeklaim dan memasang logo halal itu sendiri, sebenarnya itu ada di aturan undang-undangnya bahwa orang memang tidak boleh kemudian memasang logo halal tanpa ada sertifikat halalnya," ujar Muti.

Menurut dia, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sendiri telah memberikan sanksi administratif kepada pihak Mixue. Pasalnya, pengajuan sertifikasi halal es krim yang lagi viral ini masih dalam proses. "Yang jelas ada tindakan administratif, seperti yang terjadi kemarin (Mixue) ada teguran secara administratif dari BPJPH kepada pihak perusahaannya karena mencantumkan logo halal," ucap Muti. 

Namun, Muti mengatakan, sebenarnya sanksi administratif tidak cukup untuk diberikan kepada perusahaan yang memasang logo halal tanpa bersertifikasi. Karena itu, menurut Muti, pada 2024 nanti produk yang tanpa memiliki sertifikasi halal harus diberikan sanksi yang lebih berat.

"Nanti pada tahun 2024, itu memang wajib, betul-betul harus ditegakkan. Pasti akan ada proses penegakan hukumnya seperti apa, jadi tidak hanya sanksi administratif. Kalau sanksi administratif masih terlalu ringan," kata Muti. 

Sejauh ini, menurut Muti, klien paling banyak yang dilayani LPPOM MUI berasal dari China. Muti menjelaskan, tim LPPOM MUI sudah pernah ke beberapa negara di Afrika, seperti ke Ghana, Nigeria, Mesir. Selain itu, menurut dia, LPPOM MUI juga sudah pernah berkunjung ke beberapa negara di benua Amerika dan Eropa.

Dia mengatakan, sudah hampir seluruh penjuru dunia yang dikunjungi tim LPPOM MUI dalam rangka proses pengajuan sertifikat halal. Menurut dia, hanya Israel yang belum pernah dikunjungi karena Indonesia memang tidak membuka hubungan diplomatik dengan Israel. “Jadi sudah banyak sekali. Jadi lebih dari 65 negara sudah pernah kami kunjungi dalam rangka proses sertifikasi halal, dan paling besar adalah China,” ujar Muti. 

Dia menegaskan,  produk-produk yang memang datang dari China terbilang banyak. Bahkan, menurut dia, bahan baku produk impor kerap berasal dari China. “Sehingga kalau kita compare yang paling tinggi dari luar negeri adalah klien dari China,” katanya.

Lebih lanjut, Muti menjelaskan bahwa selama tahun 2022, LPPOM MUI telah menerima pengajuan permohonan pemeriksaan halal dari 15.273 pelaku usaha. Angka tersebut meningkat 48 persen dari tahun 2021. "Ini naik 48 persen dari tahun 2021 yang berjumlah 10.337 pelaku usaha. Sedangkan jumlah permohonan pada tahun 2022 mencapai 15.273 dan jumlah produk 297.308,” kata Muti.

Pihak Mixue pernah memberi klarifikasi lewat akun Instagram resmi Mixue Indonesia. Mixue mengakui, produknya belum bersertifikat halal. Meski demikian, Mixue menegaskan, belum memiliki sertifikat halal tidak sama dengan tidak halal. Dalam unggahannya tersebut, Mixue menegaskan, produknya tidak menggunakan alkohol, rum, atau mengandung babi. “Penyebaran informasi Mixue tidak halal merupakan tindakan yang menurut kami, kurang bertanggung jawab dan sangat disayangkan.”

Meski demikian, Mixue juga menegaskan, pihaknya sudah mengurus sertifikat halal sejak awal tahun 2021. Namun, proses tersebut belum selesai. Mixue menjelaskan, sertifikat halal masih diproses karena sebanyak 90 persen bahan baku Mixue diimpor dari Cina. Mayoritas bahan baku Mixue di Indonesia diproduksi di pabrik Mixue yang berstandar internasional di Negeri Tirai Bambu. Proses konsultasi sertifikasi halal diajukan kepada Shanghai Al-Amin terlebih dahulu. 

Bahan baku dari produk tersebut tidak terpusat seluruhnya di satu kota. Mixue menjelaskan, proses sertifikasi halal tidak hanya mengenai komposisi, tetapi juga termasuk sumber bahan baku dan proses yang dilalui.

Alasan terakhir, yakni pandemi Covid-19 dua tahun terakhir mengakibatkan adanya lockdown di Cina sehingga berbagai proses pengurusan menjadi terhambat. “Rumor seolah Mixue tidak benar-benar mengurus sertifikasi halal dan hanya melakukan klaim tidak berdasar, sangat kami sayangkan.” []

Sumber: Republika


Share on Google Plus

About PebisnisMuslim.com

Pebisnis Muslim News adalah situs informasi bisnis dan ekonomi Islam yang dikelola oleh Pebisnis Muslim Group.

0 komentar:

Posting Komentar