JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) menjelaskan sepanjang 2022 kemarin menyalurkan 61,37 juta kiloliter BBM bersubsidi baik Pertalite maupun solar. Realisasi penyaluran ini lebih rendah dari perkiraan di awal tahun yang dialokasikan 62,26 juta kiloliter.
Direktur Utama Nicke Widyawati menjelaskan, realisasi volume penyaluran BBM bersubsidi yang di bawah perkiraan ini menunjukan keberhasilan Pertamina menyalurkan BBM bersubsidi lebih tepat sasaran. Nicke menjelaskan, langkah Pertamina menyalurkan melalui verifikasi MyPertamina dan digitalisasi SPBU mampu menurunkan volume BBM bersubsidi.
"Kami melakukan penerapan subsisdi tepat sasaran melalui My pertamina dan digitalisasi SPBU ini berhasil menakan volume solar subsidi maupaun pertalite," ujar Nicke di Komisi VI DPR RI, Selasa (31/1/2023).
Secara total penurunan satu persen ini akan berdampak signifikan pada APBN sebagai pengampu dana subsidi. Ia pun berharap ke depan BBM bersubsidi bisa semakin tepat sasaran. Pertamina berkomitmen untuk menyalurkan BBM sesuai kebutuhan masyarakat
Realisasi volume penyaluran ini sesuai dengan penurunan anggaran subsidi BBM pada tahun lalu. Data Kementerian ESDM mencatat realisasi subsidi energi pada 2022 mencapai Rp 157,6 triliun. Realisasi ini memang lebih rendah dari yang dianggarkan pemerintah sebesar Rp 211,1 triliun. Dari realisasi tersebut, untuk subsidi BBM dan LPG menyedot Rp 97,8 triliun.
Sedangkan pada 2023 pemerintah menganggarkan RP 209,9 triliun untuk subsidi energi. Khusus untuk subsidi BBM dan LPG, pemerintah memperkirakan butuh Rp 139,4 triliun.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan pada tahun lalu memang terjadi penurunan realisasi subsidi eneri. Kondisi harga minyak dunia yang melambung tinggi di awal 2022 memaksa pemerintah mengubah alokasi subsidi energi. Namun, faktanya di kuartal ketiga dan keempat 2022, justru pergerakan harga minyak dunia menurun disusul dengan nilai tukar rupiah yang menurun juga.
"Terutama penurunan ini, kita lihat di BBM, dan elpiji ini tidak separah seperti yang kita perkirakan sebelumnya. Karena pada 2022 asumsi harga minyak mentah kita yang tadinya tinggi, ternyata menjelang kuartal tiga dan empat terjadi penurunan," ujar Arifin, awal pekan ini. []
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar