JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (NFA) resmi mengeluarkan Surat Edaran harga batas atas pembelian gabah dan beras. Melalui edaran tersebut, NFA menetapkan batas atas harga pembelian gabah dan beras untuk mengendalikan laju harga dari tingkat petani dan penggilingan.
Serikat Petani Indonesia (SPI) menyesalkan kebijakan yang dibuat tersebut. Pasalnya, menurut Ketua Umum SPI Henry Saragih, NFA tidak melibatkan organisasi petani dalam perumusan kebijakan. Alhasil, kesepakatan itu menjadi tidak representatif, karena tidak adanya perwakilan dari petani bahkan Kementerian Pertanian juga tidak dilibatkan.
“Sebaliknya, Badan Pangan justru melibatkan korporasi pangan, seperti Wilmar Padi. Keterlibatan dalam menentukan batas atas harga menjadi ruang bagi korporasi pangan skala besar untuk dapat membeli gabah dari petani dengan harga murah, lalu memprosesnya dengan standar premium dan harga yang harga tinggi,” kata Henry dalam pernyataan resminya diterima Republika.co.id, Rabu (22/2/2023).
Secara detail, harga pembelian atas atau ceiling price gabah kering panen (GKP) tingkat petani dipatok sebesar Rp 4.550 per kg, GKP tingkat penggilingan Rp 4.650 per kg, gabah kering giling (GKG) di penggilingan Rp 5.700 per kg, dan beras medium di gudang Perum Bulog Rp 9.000 per kg. Itu sesuai isi dari surat Edaran Nomor 47 Tahun 2023 tentang Harga Batas Atas Pembelian Gabah atau Beras.
Rata-rata harga batas atas itu lebih tinggi delapan persen hingga sembilan persen dari batas bawah atau harga acuan yang selama ini digunakan sesuai Permendag Nomor 24 Tahun 2020. Yakni, GKP tingkat petani Rp 4.200 per kg, GKP di penggilingan Rp 4.250 per kg, GKG di penggilingan Rp 5.250 per kg, dan beras medium di gudang Bulog Rp 8.300 per kg.
Adapun penetapan harga batas atas itu mulai berlaku pada 27 Februari 2023 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Henry secara khusus menyoroti disepakatiya harga bawah GKP di petani Rp 4.200 dan harga batas atas Rp 4.550 ini akan merugikan petani. Sebab, penetapan besaran harga itu cenderung abai terhadap fakta-fakta bahwa terjadi peningkatan biaya produksi dan modal yang ditanggung petani.
Seperti contohnya kenaikan harga pupuk, kenaikan sewa tanah, serta kenaikan biaya upah pekerja bagi petani yang tidak mengusahakan sawahnya sendiri.
“SPI sendiri sebelumnya sudah mengusulkan revisi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang terakhir direvisi pada tahun 2020, karena sudah tidak sesuai lagi dengan biaya yang ditanggung oleh petani. Hal ini menjadi penting karena saat ini tengah memasuki masa panen raya, sehingga penetapan harga yang layak menjadi sangat krusial,” paparnya.
SPI pun mengusulkan agar harga acuan gabah sebesar Rp 5.600 per kg itu memperhitungkan kenaikan biaya upah tenaga kerja, sewa lahan, dan sewa peralatan.
"Upah tenaga kerja sekarang Rp 120 ribu-150 ribu per hari, terus sewa lahan apa ada lahan yang disewakan Rp 3 juta-Rp 4 juta per hektare? Biayanya di atas itu. Terus sewa peralatan apa mau Rp 400 ribu per hektare? pada umumnya Rp 1,5 juta. Terus biaya panen belum dihitung rata-rata Rp 3 juta per hektare, bahkan di lain daerah masih ada biaya angkut,” katanya.
Henry melanjutkan, kebijakan batas atas itu akan memperburuk kesejahteraan petani dan juga merugikan konsumen di Indonesia. Berkaca dari gejolak harga beras yang terjadi di Indonesia selama 2022 lalu, persoalan penyerapan beras untuk cadangan pemerintah menjadi salah satu permasalahan mendasar.
Oleh karena itu, kebijakan penyerapan beras haruslah memperhatikan kesejahteraan petani dan konsumen. “Dari sisi petani, harus ada jaminan harga yang layak sesuai dengan biaya yang ditanggung oleh petani. Sementara itu untuk pendistribusian kepada konsumen, perlu ada kontrol mengenai didistribusi beras terhadap masyarakat,” kata dia.
Seperti diketahui, kebijakan batas atas harga gabah itu ditempuh Badan Pangan untuk mengendalikan harga. Pasalnya, korporasi-korporasi besar selama ini berani menawar tinggi harga gabah dan membuat pergerakan harga menjadi tidak terkendali.
Di sisi lain, akibat tingginya harga, Perum Bulog yang harus menyerap gabah untuk kebutuhan cadangan pangan pemerintah (CBP) kalah bersaing mendapatkan pasokan.
Kebijakan harga batas itu pun disepakati oleh sejumlah perusahaan penggilingan padi dan perberasan swasta skala besar. Di antaranya, PT Wilmar Padi Indonesia, PT Surya Pangan Semesta, PT Buyung Poetra Sembada Tbk, PT Belitang Panen Raya. serta Menata Citra Selaras.
Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), BUMD Jakarta, PT Food Station Tjipinang Jaya (Food Station), serta Perum Bulog pun ikut menyepakati kebijakan tersebut.[]
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar