PebisnisMuslim.Com, Pekanbaru - Sejumlah petani kelapa sawit di
Pekanbaru, Provinsi Riau, menjerit. Rendahnya harga jual buah sawit dan
turunnya produksi per satuan luas, membuat mereka mengalami kerugian
besar. 'Permainan' bandar dan kemarau panjang menjadi faktor
penyababnya.
"Harga buah sawit jatuh pada level terendah yang
hanya Rp 500 per kg pada dua pekan lalu," kata Mansyur (42 tahun) petani
sawit di Air Mole, Indragiri Hulu, Riau, kepada Republika.co.id, Senin (28/9).
Dia
mengatakan, 'rontok'-nya harga buah sawit mulai terjadi sejak awal
tahun. Saat itu, harga sawit masih dikisaran Rp 1.650 per kg. Namun,
pasca-Lebaran Idul Fitri kemarin harga jual sawit di tingkat petani
terjun bebas hingga Rp 300 per kg.
“Mau untung dari mana kalau
harganya sebesar itu. Kalau kita maksakan panen, justru akan rugi,"
ungkap Mansyur. Kerugian itu berasal dari biaya transportasi dan biaya
petik.
Minimal, kata Mansyur yang memiliki lahan sawit seluas 15
hektare, harga jual sawit di atas Rp 1.200 per kg. "Itu sudah ada
untungnya, walau pun tipis," ujarnya.
Namun saat ini, kata
Mansyur, harga buah sawit mulai bergerak naik lagi. Harga pada awal
pekan ini baru mencapai Rp 640 per kg. "Turunnya harga sawit ini, tak
terlepas dari permainan bandar," katanya.
Mansyur memperkirakan,
harga akan terus bergerak naik hingga akhir tahun. Meski pun pergerakan
kenaikannya sangat lambat bila dibandingkan dengan ‘rontok’nya harga
jual sawit. Kata dia, harga akan kembali normal di kisaran Rp 1.800 pada
semester pertama 2016.
Petani sawit lainnya Surasa mengaku, heran
dengan jatuhnya harga sawit tersebut. Padahal, kata dia, saat ini harga
crude palm oil (CPO) tidak mengalami penurunan. Dia menyebut, rata-rata
semester pertama 2015, harga CPO mencapai Rp 8,2 juta per ton.
Namun
fakta di lapangan, kata pemilik lahan sawit 50 hektare ini, petani
sawit justru menerima harga yang jauh dari menguntungkan. “Pabrik kepala
sawit (PKS) menjual CPO dengan dollar. Sementara nilai tukar dolar
Amerika terus menguat. Tapi mengapa, harga di petaninya justru
sangat-sangat anjlok, terendah Rp 300 per kg,” ujarnya.
Di sisi
lain, kata Surasa, kelompok tani sawit yang ada di Riau, tidak bisa
memperjuangkan harga. Bahkan, asosiasi pengusaha sawit pun tak banyak
membantu untuk menekan harga menjadi lebih baik. “Di sini campur tangan
pemerintah harus segera dilakukan. Petani sawit sudah ‘sekarat’, tak
bisa berbuat apa-apa. Kita tinggal menunggu hancur saja bila tak ada
solusi dari pemerintah,” tegasnya.
Selain karena faktor
anjloknya harga jual sawit, petani pun dipusingkan dengan menurunnya
tingkat produksi per satuan luas. Petani sawit lainnya Hendra (45)
mengatakan, akibat kemarau panjang, produksi buah sawit mengalami
penurunan sekita 10 persen.
"Produksi normal sekitar 3 ton per
hektare-nya. Tapi, karena kemarau ini, produksi jadi turun hingga 75
persen persen-nya," kata Hendra yang memilik dua hektare lahan sawit.
Penurunan
ini, kata dia, akibat tidak adanya air sebagai dampak kemarau panjang,
untuk menyiram tanaman sawit. Dengan kondisi kekeringan seperti sekarang
ini, ungkap Hendra, jelas pohon sawit tidak bisa berbuah secara
optimal.
Sumber: ROL
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar