JAKARTA -- Peneliti Ekonomi Syariah Aziz Setiawan menilai, ide dan
usulan Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar 10 persen dana APBN disalurkan
melalui bank syariah baik untuk akselerasi keuangan syariah. Secara
teknis 10 persen APBN bukan bermakna dana yang mengendap.
Karena
APBN sifatnya penerimaan tahun berjalan langsung digunakan untuk
belanja negara. Sehingga, kata dia, tidak otomatis dengan APBN Rp 2.000
triliun akan meningkatkan aset bank syariah Rp 200 triliun. Tapi
sifatnya akan menambah likuiditas yang berputar melalui bank syariah
sebesar angka tersebut dalam satu tahun.
''Tetapi saya kira ini
satu bagian dari banyak kebijakan yang bisa ditempuh pemerintah untuk
memacu pertumbuhan keuangan syariah,'' kata Aziz, saat dihubungi Republika, Rabu (26/7).
Menurut
dia, disalurkannya dana APBN melalui bank syariah akan cukup signifikan
meningkatkan likuiditas meski belum memacu peningkatan aset bank
syariah. Peningkatan aset yang mungkin dilakukan adalah dari konversi
BUMN perbankan atau transformasi dari anak BUMN menjadi BUMN dengan
injeksi modal melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) yang besar, atau
merger dengan injeksi modal yang besar dari pemerintah.
Aziz
berharap, selain mendorong APBN via bank syariah yang bisa tingkatkan
likuiditas, juga ada kebijakan -kebijakan Komite Nasional Keuangan
Syariah (KNKS) yang lebih progresif, untuk tingkatkan aset dan pangsa
pasar. Ia menyatakan, peran pemerintah untuk mengembangkan bank syariah
masih belum terlihat.
Isu bank syariah dan keuangan syariah
masih sekedar retorika dari pemerintah. Dengan aset bank syariah baru Rp
357 triliun atau pangsa pasar baru 5,18 persen dibanding potensi yang
besar, perkembangan bank syariah sampai saat ini masih cenderung botom up atau market driven, karena belum ada kebijakan -kebijakan pemerintah yang signifikan.
Oleh
sebab itu, jika APBN disalurkan melalui bank syariah, itu bisa
meningkatkan aset bank syariah itu sendiri. ''Tetapi mungkin MUI tidak
terlalu detail terkait mekanisme dana APBN yang sifatnya dana yang
digunakan dalam satu tahun anggaran, yang tidak otomatis mendongkrak
aset sebesar 10 persen dari Rp 2.000 triliun,'' jelas Aziz.
Karena,
lanjutnya, dalam praktek APBN, dana yang mengendap di bank keseluruhan
hanya ratusan triliun saja. Sebab, penerimaan negara kemudian langsung
digunakan untuk belanja negara. ''Usulan MUI baik, tetapi perlu
kebijakan -kebijakan lain yang strategis seperti diatas yang perlu
didorong melalui KNKS,'' ujar dia. []
Sumber: Republika
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar