PebisnisMuslim.Com, Jakarta - Perusahaan perkebunan sawit membantah tuduhan berbagai pihak yang menyatakan pembakaran lahan yang menyebabkan asap hingga ke negara tetangga dilakukan secara sengaja. Pengusaha Perkebunan sawit menganggap kebun sebagai bagian dari mesin produksi dan ada ancaman hukuman berat yang akan dihadapi sehingga tak mungkin pembakaran dilakukan secara sengaja.
“Tak mungkin ada perusahaan perkebunan sawit yang sengaja membakar lahannya sendiri dengan regulasi yang ketat ada saat ini. Apalagi, lahan itu bagian dari mesin produksi, jika dibakar artinya tak ada produksi,” tegas Ketua Bidang Agraria Kelapa Sawit Indonesia Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, Rabu (23/9/2015).
GAPKI memiliki cabang di 12 provinsi dengan total luas areal dikelola 3,9 juta hektare dengan jumlah anggota 663 perusahan. Sementara total perkebunan sawit di Indonesia 10,9 juta hektare. Artinya, anggota GAPKI menguasai sekitar 35 persen dari total perkebunan sawit di Indonesia.
Dari kebakaran di kebun sawit yang merupakan anggota Gapki ada 14 perusahaan dengan total luas 2.900 hektare dimana plasma yang terbakar sekitar 1.000 hektare dan Inti 1.900 Hektare . “Dari total yang terbakar hanya 100 hektare yang belum tertanam, selebihnya ada tanamannya. Logika saja, masa ada yang mau bakar sudah akan menghasilkan uang,” katanya.
Ditegaskannya, saat ini perusahaan perkebunan membuka lahan sawit dengan cara mekanisasi dimana biayanya sekitar Rp 6 Juta per hektare. Sementara investasi yang dikeluarkan untuk dari awal menanam sampai panen itu sekitar Rp 60 juta per hektare hingga 70 juta per hektare atau hanya sekitar 10 persen dari total biaya.
“Kalau tak mau ambil risiko untuk menghemat hanya Rp 6 Juta. Begitu ketahuan membakar maka izin dicabut dan denda ratusan milliar rupiah, apakah benar ada perusahaan sengaja membakar?" jelasnya.
Oleh sebab itu, ia meminta melihat bencana kebakaran lahan semua pihak bisa obyektif karena selama ini industri sawit di Indonesia telah berkontribusi atau menghasilkan devisa sebesar US$ 20 miliar, bahkan untuk semester pertama tahun 2015 menghasilkan sekitar US$ 9,75 miliar.
“Tak mungkin ada perusahaan perkebunan sawit yang sengaja membakar lahannya sendiri dengan regulasi yang ketat ada saat ini. Apalagi, lahan itu bagian dari mesin produksi, jika dibakar artinya tak ada produksi,” tegas Ketua Bidang Agraria Kelapa Sawit Indonesia Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, Rabu (23/9/2015).
GAPKI memiliki cabang di 12 provinsi dengan total luas areal dikelola 3,9 juta hektare dengan jumlah anggota 663 perusahan. Sementara total perkebunan sawit di Indonesia 10,9 juta hektare. Artinya, anggota GAPKI menguasai sekitar 35 persen dari total perkebunan sawit di Indonesia.
Dari kebakaran di kebun sawit yang merupakan anggota Gapki ada 14 perusahaan dengan total luas 2.900 hektare dimana plasma yang terbakar sekitar 1.000 hektare dan Inti 1.900 Hektare . “Dari total yang terbakar hanya 100 hektare yang belum tertanam, selebihnya ada tanamannya. Logika saja, masa ada yang mau bakar sudah akan menghasilkan uang,” katanya.
Ditegaskannya, saat ini perusahaan perkebunan membuka lahan sawit dengan cara mekanisasi dimana biayanya sekitar Rp 6 Juta per hektare. Sementara investasi yang dikeluarkan untuk dari awal menanam sampai panen itu sekitar Rp 60 juta per hektare hingga 70 juta per hektare atau hanya sekitar 10 persen dari total biaya.
“Kalau tak mau ambil risiko untuk menghemat hanya Rp 6 Juta. Begitu ketahuan membakar maka izin dicabut dan denda ratusan milliar rupiah, apakah benar ada perusahaan sengaja membakar?" jelasnya.
Oleh sebab itu, ia meminta melihat bencana kebakaran lahan semua pihak bisa obyektif karena selama ini industri sawit di Indonesia telah berkontribusi atau menghasilkan devisa sebesar US$ 20 miliar, bahkan untuk semester pertama tahun 2015 menghasilkan sekitar US$ 9,75 miliar.
Sumber: Liputan6
0 komentar:
Posting Komentar