JAKARTA -- Majalah Investor memberikan penghargaan kepada para pelaku
keuangan syariah. Meliputi 12 institusi keuangan syariah terbaik,
delapan produk keuangan syariah terbaik, serta tiga tokok syariah
terbaik.
PT Bank Negara Indonesia Syariah (BNIS) pun berhasil
menyabet salah satu penghargaan itu untuk kategori Bank Syariah Terbaik
dengan Aset di atas Rp 10 triliun. Berdasarkan penilaian dewan juri yang
terdiri dari pakar industri keuangan syariah, BNIS mampu mengungguli
Bank Syariah Mandiri (BSM), BRI Syariah, serta Bank Muamalat dalam hal
efisiensi, risiko, pertumbuhan, prudentiality, dan CSR.
Pemimpin Divisi Perencanaan Strategis BNIS Misbahul Munir mengaku bangga
dapat memeroleh penghargaan ini. Hanya saja ia menegaskan, tujuan utama
BNIS bukanlah untuk mendapat penghargaan.
"Bukan itu tujuan
kami, yang terpenting adalah memberi solusi dan alternatif bagi
masyarakat yang memerlukan produk dan layanan syariah," ujar Misbahul
kepada wartawan usai menerima penghargaan, di Jakarta, Selasa, (22/8).
Ke depan, dirinya menyatakan, bakal mengembangkan digitalisasi
layanan perbankan syariah. Menurutnya, mengembangkan layanan digital
sangat penting. Pasalnya, BNIS ingin menyasar nasabah dari generasi Y
atau generasi milenial.
"Strategi kita untuk tahun depan kita
ingin lebih relevan dengan generasi Y bahkan Z yang ke mana-mana membawa
gadget. Kita ingin lebih mobile dan convenience agar bisa diakses dari
mana saja," jelas Misbahul.
Ia juga menyebutkan, akan berkolaborasi dengan para pelaku financial technology (fintech). Kini, BNIS sudah mulai berdiskusi dengan beberapa perusahaan fintech untuk membicarakan kerja sama lebih lanjut. "Perkembangan fintech tidak bisa dilawan, karena perkembangan digital pun tidak bisa ditahan. Makanya kita ajak berkolaborasi karena mereka pun butuh partner," tuturnya.
Misbahul menambahkan, strategi kedua untuk mengembangkan bisnis
perseroan yaitu bersinergi dengan perusahaan induk yakni PT BNI Tbk.
"Hal itu karena, tidak mungkin bank syariah yang masih kecil harus
membuat apa-apa sendiri pastinya boros. Jadi kita berkolaborasi dengan
induk agar bisa sharing seperti ATM, kantor cabang, dan lainnya," kata
dia.
Dari sisi bisnis, Misbahul menyebutkan masih fokus pada
komersial dan konsumer. Masing-masing porsinya 45 persen dan 55 persen.
"Bisnis konsumer kami masih bagus, sampai Juni 2017 penyalurannya
sekitar Rp 13-an triliun dengan NPF (rasio pembiayaan bermasalah)
sekitar dua komaan persen," ujarnya.
Hanya saja, ia menambahkan, NPF di bisnis komersial masih cukup
tinggi sekitar 5 sampai 6 persen. "NPF komersial memang tinggi tapi itu
karena sekali penyaluran ke komersial cukup banyak. Komersial kita
terdiri dari segmen korporasi, medium, small, and mikro," katanya.
Maka ia menambahkan, BNIS kini berhati-hati untuk masuk ke pembiayaan
infrastruktur atau korporasi, karena karakteristiknya jangka panjang.
Berbeda dengan bisnis-bisnis kecil seperti pembiayaan mikro yang lebih
terukur.
Meski begitu, BNIS sudah masuk dalam sindikasi
pembiayaan ke proyek Tol Pemalang Batang dan salah satu ruas tol di
Sulawesi. "Semester dua intinya kita juga akan masuk ke sana tapi saya
cek dulu," tambah Misbahul. []
Sumber: Republika
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar