JAKARTA – Usia perbankan syariah di Indonesia sudah lebih 25 tahun.
Namun hingga saat ini pangsa pasar perbankan syariah masih berkutat di
angka sekitar lima persen. Jauh di bawah market share perbankan syariah Malaysia yang berkisar di angka sekitar 25 persen.
Kalau
perbankan syariah nasional disuruh berlari mengejar perbankan
konvensional, tanpa adanya perlakuan tertentu, sulit bagi bank syariah
untuk membesarkan pangsa pasarnya. Sebab, ketika bank syariah nasional
berlari, bank konvensional juga berlari. Bagaimana mungkin bank syariah
yang masih relatif muda atau bayi, mengejar bank konvensional yang
sudah sangat besar dengan segala infrastrukturnya yang sudah sangat
lengkap dan besar?
Untuk itu, sejumlah pengamat ekonomi syariah
menyatakan perlu perlakuan khusus bagi perbankan syariah nasional agar
bisa mengejar pangsa pasar perbankan konvensional. Namun ada cara lain,
kata pakar perbankan syariah Dr A Riawan Amin MSc, yakni menerapkan
nilai-nilai syariah (sharia values) ke dalam perbankan konvensional.
Bagaimana
caranya? “Sebanyak 50 persen dana pihak ketiga (DPK) perbankan
konvensional dikonversi dari berbasis bunga menjadi berbasis bagi
hasil,” kata Riawan Amin kepada Republika.co.id, Selasa (14/11).
Menurut
mantan Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) itu,
kalau 50 persen DPK perbankan konvensional berbasis bagi hasil, maka
hasilnya akan luar biasa. “Pangsa pasar perbankan syariah akan langsung
melonjak bukannya menjadi 10 atau 20 persen, tapi akan langsung
menembus 50 persen,” ujarnya.
Selain itu, tidak terjadi perang bunga. Tidak terjadi negative spread (tingkat suku bunga pinjaman yang lebih rendah daripada tingkat suku bunga simpanan, Red). “Nasabah akan loyal, sebab tidak ada perang bunga,” tuturnya.
Mantan
dirut Bank Muamalat selama dua priode (1999-2009 ) itu menyebutkan,
saat terjadi krisis ekonomi tahun 1998, satu-satunya bank yang selamat
dan tidak perlu mendapatkan suntikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI) adalah Bank Muamalat. Sedangkan bank-bank konvensional ketika
itu bangkrut dan harus disuntik oleh pemerintah dalam bentuk dana
talangan BLBI total mencapai Rp 144,5 triliun dan diberikan kepada 48
bank konvensional.
Mengapa Bank Muamalat ketika itu bisa bertahan? “Sebab, dengan sistem bagi hasil, BMI tidak mengalami negative spread sedangkan bank-bank konvensional mengalami negative spread,” tuturnya.
Kedua,
nasabah BMI loyal. Di tempat lain, bunga 30 persen, sedangkan di BMI
bagi hasil ekivalen 6 persen. “Namun nasabah masih loyal, karena mereka
mencari berkah,” paparnya.
Berdasarkan pengalaman BMI saat krisis
keuangan 1998 dan keunggulan nilai-nilai syariah dalam sistem keuangan
Islam, Riawan mengusulkan 50 persen DPK berbasis bagi hasil.
“Yang
harus kita lakukan adalah mengambil nilai syariah yang unggul dan
menerapkannya pada sistem keuangan yang besar. Artinya, kita harus
mensyariahkan atau menjadikan halal sistem perbankan nasional,” tegas
Riawan yang juga mantan direktur utama BJB Syariah.
Menurut data
OJK, per Agustus 2017, jumlah DPK perbankan nasional mencapai Rp
5.052,553 triliun. Kalau 50 persen saja yang dijadikan berbasis bagi
hasil, maka jumlahnya sekitar Rp 2.500 triliun lebih.
Riawan menegaskan, menjadikan 50 persen DPK perbankan nasional berbasis bagi hasil tidak sulit. “Islamic values
itu mudah diterapkan. Apalagi sekarang ini ada Komite Nasional Keuangan
Syariah (KNKS) yang dipimpin langsung oleh Presiden. Presiden hanya
perlu berkoordinasi dengan berbagai departemen merumuskan formulasinya,
membangun sistem perbankan nasional yang tidak lagi memakai DPK berbuga,
tapi DPK berbagi hasil,” tutur Riawan Amin.
Riawan mengapresiasi Fraksi PKD DPR RI yang menggelar diskusi publik
bertema “Prospek Indonesia Sebagai Pusat Keuangan Syariah Global" di
Jakarta, Jumat (3/11) lalu. Diskusi yang dbuka Ketua Umum DPP PKB
Muhaimin Iskandar itu menampilkan nara sumber Ketua Dewan Komisiomner
OJK Wimboh Santoso, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo, Sekretaris Komisi
Fatwa MUI Asorun Ni’am Sholeh, dan Direktur Eksekutif CORE Hendri
Saparini.
“Dalam diskusi tersebut saya mengusulkan agar DPR
terutama FPKB DPR RI memperjuangkan agar jangan hanya fokus pada bank
syariah tapi juga bank konvensional. Saya menyarankan agar diberlakukan
bagi hasil, bukan bunga bank untuk simpanan deposito. Setidaknya 50
persen DPK bank konvensional dijadikan berbasis bagi hasil, melalui
perubahan ketentuan UU tentang Perbankan," kata Riawan.
Ia
menambahkan, “Kita tidak boleh terpaku pada yang lima persen (pangsa
pasar bank syariah), tapi pada yang 95 persen (pangsa pasar bank
konvensional). Jika deposito dan tabungan (DPK) perbankan konvensional
Indonesia berbasis bagi hasil, maka Indonesia akan lebih siap
menyongsong krisis ekonomi dunia yang pasti segera datang.”
Riawan
juga menggarisbawahi poin dari Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo tentang
perlunya koordinasi interdep (bisa melalui KNKS) untuk membuat
terobosan dan mass campaign.
“Menurut saya, tidak ada
campaign yang lebih dahsyat daripada DPK perbankan konvensional
Indonesia yang berbasis bagi hasil,” tutur Riawan Amin.[]
Sumber:Republika
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar