JAKARTA -- Manajemen Pelaksana (PMO) Kartu Prakerja mencatat hingga saat ini sebanyak delapan juta orang mendaftar dalam program tersebut. Pendaftaran peserta Kartu Prakerja dibuka mulai Senin sampai Kamis pekan lalu.
“Sekarang sudah delapan juta lebih yang daftar dan lebih dari setengahnya sudah bisa mengikuti gelombang pendaftaran,” kata Direktur Komunikasi, Kemitraan dan Pengembangan Ekosistem PMO Kartu Prakerja Panji Winanteya Ruky dalam diskusi daring di Jakarta, Senin (27/4).
Jumlah itu melampaui pendaftaran gelombang pertama yakni ketika program ini diluncurkan pada Sabtu (11/4) hingga Kamis (16/4) jumlah pendaftar mencapai 5,9 juta orang. Dari jumlah itu setelah melalui verifikasi, sebanyak 168.111 orang berhasil lolos menjadi peserta pada gelombang pertama.
Namun, Panji tidak membeberkan berapa jumlah pendaftar dan peserta yang lolos pada gelombang kedua yakni pada 20-23 April 2020. Pemerintah berencana membuat pelatihan dalam Kartu Prakerja ini yang berlangsung sebanyak 30 gelombang hingga akhir tahun 2020.
Pendaftaran Kartu Prakerja dilakukan secara bertahap. Ia menyebutkan, tidak sulit dilakukan karena jutaan pendaftar sudah menyelesaikannya.
Meski demikian, beberapa penyebab tidak lolosnya peserta, lanjut Panji, di antaranya karena nomor induk kependudukan (NIK) yang tidak bisa diverifikasi. Selain itu, foto diri yang diverifikasi dengan membandingkan foto di kartu tanda penduduk (KTP) juga sulit dibaca sistem.
Penyebabnya, lanjut dia, foto yang diunggah kurang sesuai seperti kualitas foto, posisi badan yang tidak menghadap ke depan, hingga adanya penutup kepala, hingga memakai kacamata. “Namun itu tidak menjadi halangan karena tetap bisa mengunggah kembali, bisa mengubah dan merevisi sehingga bisa masuk gelombang pendaftaran selanjutnya,” katanya.
Sebelum memproses pendaftar masyarakat umum, PMO, kata dia, akan mendahulukan pekerja yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan serta UMKM yang terdampak Covid-19 berdasarkan data yang disodorkan oleh kementerian/lembaga terkait.
Penerima bantuan sosial yang namanya tertera juga tidak akan mendapatkan kuota dalam program tersebut.
“Paling fair adalah randomisasi karena tidak melibatkan diskresi atau subjektifitas dari PMO jadi benar adil dan secara random dan itu secara keilmuan bisa dipertanggungjawabkan, itu semua dilakukan sistem,” katanya. []
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar