JAKARTA -- Pertumbuhan investor syariah mengalami lonjakan signifikan. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, jumlah investor syariah meningkat hingga 515 persen. Hal itu terbantu oleh adanya Sharia Online Trading System (SOTS) yang diluncurkan sejak 2011.
Kepala Divisi Pengembangan Pasar Modal Syariah Bursa Efek Indonesia (BEI) Irwan Abdalloh menyampaikan, jumlah investor syariah per Juni 2020 mencapai 75.570 dengan pangsa sebesar 6,1 persen dari total investor keseluruhan. Jumlah tersebut naik dari 68.599 investor pada akhir 2019.
"Jumlah investor syariah telah meningkat 515 persen dalam empat tahun terakhir," katanya kepada Republika, Senin (10/8).
Jumlah saham syariah juga naik dan menjadi pilihan investor. Per Juni 2020, ada 22 saham syariah baru yang merupakan 79 persen dari total perusahaan tercatat baru dalam setengah tahun ini. Sementara itu, total saham syariah berjumlah 448 saham dari 692 saham atau mencapai pangsa 65 persen.
Dari sisi kapitalisasi pasar, nilai saham syariah selalu lebih tinggi daripada saham nonsyariah. Per Juni 2020, nilai kapitalisasi saham syariah mencapai Rp 2.906 triliun atau mencapai pangsa 51 persen dari total kapitalisasi market sebesar Rp 5.678 triliun.
BEI juga meluncurkan peta jalan pasar modal syariah Indonesia dalam perayaan ulang tahun ke-43 bursa. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Hoesen menyampaikan, peta jalan tersebut sebagai komitmen regulator untuk terus mengembangkan pasar modal syariah.
Menurut dia, pasar modal syariah telah memegang peranan penting dalam perkembangan pasar modal nasional. "Perkembangan syariah cukup menggembirakan dan cukup jadi perhatian karena ternyata banyak kontribusinya ke beberapa pencapaian kita di pasar modal di tahun ini," katanya.
Sejumlah instrumen tumbuh signifikan baik sukuk maupun reksa dana. Nilai efek syariah juga tercatat meningkat. Dari sisi data Pasar Modal Syariah, sebanyak 459 efek syariah berupa saham yang terdaftar dalam Daftar Efek Syariah (DES) per 7 Agustus 2020, terdapat 443 saham yang tercatat di BEI dan menjadi konstituen dari Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).
Di pasar sukuk, per 7 Agustus 2020 tercatat ada peningkatan penerbitan sukuk korporasi, yakni sebanyak 253 dengan total nilai emisi mencapai Rp 51,89 triliun, naik dari 232 sukuk senilai Rp 48,24 triliun pada akhir 2019. Sementara itu, jumlah reksa dana syariah juga mengalami peningkatan, dari sebelumnya 265 menjadi 282 per 7 Agustus 2020.
Wakaf Sukuk
Pemerintah berupaya memperkuat instrumen keuangan syariah dengan meluncurkan cash waqf linked sukuk (CWLS) seri ritel. Hal itu diharapkan dapat menambah pendalaman pasar sukuk serta mengenalkan wakaf tunai kepada masyarakat.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menyampaikan, proses penerbitan CWLS ritel sedang dalam tahap pembahasan teknis terutama dengan Badan Wakaf Indonesia.
Direktur Pembiayaan Syariah DJPPR Kemenkeu Dwi Irianti Hadiningdyah menyampaikan, wakaf sukuk seri SW-002 memberikan kesempatan bagi para investor ritel setelah SW-001 diterbitkan khusus untuk institusi.
Seri ritel ini akan memiliki tenor yang lebih pendek daripada SW-001 yang bertenor lima tahun. SW-002 akan ditawarkan dengan tenor dua tahun. Metode penjualannya akan dilakukan secara luring melalui sejumlah mitra distribusi.
"Saat ini sudah ada empat bank yang akan jadi mitra penyalur, di antaranya Mandiri Syariah, BRI Syariah, Bank Muamalat, dan satu lagi sedang proses BNI Syariah," katanya.
Sementara itu, DJPPR Kemenkeu juga akan kembali menerbitkan surat berharga syariah negara (SBSN) dalam bentuk sukuk ritel. Sukuk berseri SR-013 tersebut rencananya akan ditawarkan akhir Agustus ini.
"Masa penawaran sukuk ritel SR-013 direncanakan pada akhir Agustus 2020 hingga akhir September 2020," kata dia.
Dwi mengatakan, penerbitan SR-013 ini mempertimbangkan sejumlah hal. Di antaranya yaitu terdapat potensi investasi ulang dari SBN ritel yang jatuh tempo. Penerbitan juga sesuai dengan rencana jadwal strategi pengelolaan utang.
Di sisi lain, basis investor sukuk ritel lebih luas sehingga potensi tetap besar walaupun diterbitkan di masa pandemi ini. Selain itu, terdapat cukup jeda waktu antara masa penawaran sukuk ritel pada 28 Agustus 2020 dengan produk sebelumnya, yakni ORI-017 yang ditutup pada bulan lalu.
"Dengan demikian diharapkan prospek penawaran sukuk ritel seri SR-013 dapat menarik," tuturnya. []
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar