JAKARTA -- Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) memproyeksikan peluang konversi bank pembangunan daerah (BPD) menjadi syariah bisa semakin besar. Saat ini, semakin banyak BPD yang mempertimbangkan konversi menjadi bank syariah. Kepala Divisi Perbankan Syariah KNEKS, Yosita Nur Wirdayanti, menyampaikan, saat ini ada dua BPD yang sedang dalam proses konversi.
"BPD Riau Kepri sedang dalam proses perizinan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, kami berharap Bank Sulselbar juga dapat melakukan konversi tahun ini," katanya kepada Republika, Kamis (6/1).
Bank Riau Kepri, ia mengungkapkan, menargetkan penyelesaian konversi pada bulan ini karena hanya perlu menunggu izin dari OJK. Yosita mengatakan, konversi BPD menjadi BPD syariah dapat berdampak positif, khususnya dalam meningkatkan marketshare perbankan syariah secara anorganik.
Selain itu, menurut Yosita, peluang konversi dari BPD lain semakin tinggi karena beberapa hal. Pertama, kata dia, adanya Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Konsolidasi Bank Umum mewajibkan modal inti minimal bank umum sebesar Rp 3 triliun paling lambat akhir 2022. Bagi BPD, ketentuan ini diberikan tenggat waktu hingga akhir 2024. Bagi bank selain perusahaan induk dalam skema kelompok usaha bank (KUB), modal inti minimal sebesar Rp 1 triliun.
Kemudian, dalam POJK Nomor 59 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) mensyaratkan modal disetor untuk pendirian bank umum syariah (BUS) hasil pemisahan paling kurang sebesar Rp 1 triliun dalam bentuk tunai. POJK ini merevisi Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 15 Tahun 2013 yang mensyaratkan modal disetor pendirian BUS hasil pemisahan paling kurang sebesar Rp 500 miliar. Artinya, UUS BPD yang akan melakukan pemisahan murni perlu menyiapkan modal inti minimal sebesar Rp 1 triliun.
Yosita mengatakan, syarat tersebut bukan nominal yang kecil untuk pemerintah daerah sebagai pemegang saham BPD. Alih-alih untuk modal, dana ini dapat digunakan pemda untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi daerah.
"Namun, jika UUS BPD ditutup atau dijual ke BUS lain, BPD tersebut tidak lagi bisa menerima setoran pendaftaran haji," katanya.
Yosita mengatakan, hal ini merupakan risiko reputasi bagi pemda. Akan tetapi, apabila BPD melakukan konversi menjadi bank syariah, justru dapat memperluas basis nasabahnya. Beberapa dana pensiun telah melakukan konversi menjadi dana pensiun syariah. Selain itu, badan pengelola dana, seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BP Tapera, juga akan memiliki skema syariah. Dengan demikian, nantinya optimalisasi dana akan membutuhkan efek-efek syariah sebagai instrumen investasi.
Pemimpin Divisi Sekretariat Perusahaan Bank Riau Kepri, Wahyudi Gustiawan, mengatakan, proses konversi menjadi bank syariah masih terus berlangsung. Saat ini, bank sedang menunggu izin dari OJK.
"Verifikasi dokumen sudah dilakukan oleh OJK pusat, mohon doa semoga izinnya segera diterbitkan oleh OJK," katanya.
Bank Riau Kepri juga saat ini masih terus melakukan verifikasi dan konfirmasi persetujuan dari nasabah. Saat ini, posisinya sudah rampung lebih dari 75 persen untuk nasabah ritel. Jumlah ini sudah melewati batas persyaratan OJK yang sebesar 70 persen.
Untuk memperkuat layanan syariah, Bank Riau Kepri juga telah menggandeng Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam kerja sama co-branding Hasanah Card. Kartu pembiayaan yang terafiliasi dengan sistem BSI Hasanah Card itu diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat terhadap transaksi halal.
Bank Riau Kepri dipilih sebagai mitra strategis seiring pertumbuhan bisnis yang sehat. Bank Riau Kepri per September 2021 mencatat total aset sebesar Rp 29,9 triliun dan total dana pihak ketiga sebesar Rp 25,3 triliun.
Sementara itu, total outstanding kredit dan pembiayaan sebesar Rp 18,8 triliun. Saat ini, Bank Riau Kepri memiliki total nasabah dana sebanyak lebih dari 1,1 juta nasabah dan total nasabah pembiayaan sebanyak 127 ribu nasabah. []
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar