JAKARTA— Presiden Joko Widodo memerintahkan pembentukan satuan tugas (task force) khusus untuk mempercepat realisasi investasi dari Arab Saudi. Adapun pertemuan itu untuk memperkuat kerja sama dan hubungan bilateral Riyadh-Jakarta serta menjajaki peluang investasi.
Menurut Ekonom Center of Reform on Economics (Core), Yusuf Rendy, pada tahun ini pemerintah menargetkan investasi Rp 1.200 triliun atau tumbuh 33,3 persen dibandingkan tahun lalu.
Menurutnya tidak mudah untuk mencapai target tersebut karena lima tahun sebelumnya rata-rata pertumbuhan target investasi sebesar 8,7 persen per tahun.
“Sokongan dana dari Arab Saudi relatif besar apalagi jika dikaitkan dengan misalnya harga minyak yang relatif tinggi saat ini, sehingga prospek investasi dari Arab Saudi kita bisa lihat sebagai salah satu upaya untuk mengejar target investasi tersebut,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (10/3/2022).
Lebih jauh, Yusuf menyebut, pemerintah perlu cepat menawarkan proyek-proyek investasi apa saja yang bisa ditawarkan kepada Arab Saudi.
“Saya kira dengan mendorong pertumbuhan realisasi investasi yang cukup tinggi pada tahun ini, beragam proyek berpotensi ditawarkan mulai dari energi, industri, hingga jasa,” ucapnya.
Menurutnya proyek investasi yang potensial ditawarkan ke Arab Saudi ialah energi terbarukan. Hal ini karena untuk membangun ekosistem EBT membutuhkan nilai investasi yang tidak sedikit. “Arab Saudi menjadi negara investor yang prospektif ditawarkan jenis investasi ini,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menambahkan agenda besar Saudi 2030 diversifikasi pembangunan ke arah investasi non migas tentu cukup potensial bagi Indonesia.
“Misalnya arah pengembangan mobil listrik dan komponen baterai bisa menarik modal dari Saudi. Kemudian energi terbarukan juga membutuhkan pendanaan sebesar Rp 400 triliun baik energi panas matahari, mikro hidro hingga panas bumi,” ucapnya.
Kendati demikian, Bhima menekankan satgas investasi tadi harus di isi oleh profesional yang memahami skema investasi Saudi yang spesifik. Selama ini pilihan instrumen investasi di Indonesia masih terbatas khususnya berkaitan dengan investasi yang sesuai prinsip syariah.
“Arab Saudi lebih tertarik berinvestasi ke Malaysia karena produk investasinya relatif lengkap. Contohnya, tidak semua investasi Arab Saudi sifatnya investasi langsung, beberapa lebih memilih masuk lewat portfolio sukuk, atau kepemilikan saham,” ucapnya.
“Setelah dibentuk instrumen penampung dana yang sesuai, satgas investasi perlu membantu dilapangan komunikasi dengan Pemda. Selama ini banyak investasi yang mangkrak karena pemda kurang responsif. Pendampingan terhadap pemda juga penting,” ucapnya.
Sumber : Republika
0 komentar:
Posting Komentar