JAKARTA -- Pelaku keuangan syariah di seluruh dunia harus
memanfaatkan peluang baru yang diciptakan oleh Sustainable Development
Goals dan berinovasi dengan produk seperti wakaf dan zakat. Ini lantaran
prospek yang rendah diprediksi terjadi pada 2018.
"Dengan
industri yang sekarang berada di persimpangan jalan, para pemain bisa
memilih cara tersulit yaitu dengan menciptakan peluang pertumbuhan baru
sekaligus memperkuat fondasi melalui standardisasi," ujar Kepala
Keuangan Syariah lembaga pemeringkat Standard and Poor (S&P) Dr
Mohammed Damak dilansir dari New Strait Times, Selasa (5/9).
Peluang
pertumbuhan baru tersebut yaitu dengan berinovasi melalui produk wakaf
dan zakat. Sedangkan cara termudah, kata Mohamed, dengan menerima
pertumbuhan lima persen seperti yang diperkirakan di 2018 dan membiarkan
industri terus berkembang seperti sekarang.
Menurut Mohamed,
pertumbuhan keuangan syariah diperkirakan akan sekitar lima persen
disebabkan oleh kurang mendukungnya kondisi ekonomi. Pada tahun 2018,
kata dia, negara-negara anggota Gulf Cooperation Council (GCC) akan
memberikan hampir sepertiga dari pertumbuhan mereka di tahun 2012.
"Malaysia jauh lebih baik, berkat diversifikasi ekonomi dan respon yang kuat selama penurunan harga minyak," katanya.
GCC,
Iran, dan Malaysia menyumbang 90 persen aset perbankan di industri ini.
Pertumbuhan moderat di Iran karena sanksi dan kelangkaan opsi
pembiayaan yang tersisa.
Mohamed juga mencatat bahwa
depresiasi/devaluasi yang tajam di beberapa negara inti menjelaskan
mengapa industri ini hampir mencapai angka dua triliun dolar AS pada
tahun 2016. Prinsip keuangan syariah, yang tidak memiliki riba,
spekulasi, sektor gelap dan mempromosikan pembagian keuntungan dan
kerugian dan dukungan aset, membuat keuangan syariah menjadi mitra
alami.
Pasar sukuk tumbuh sangat kuat pada semester I 2017, yang
didukung oleh penerbitan jumbo di GCC dan likuiditas yang baik di GCC
dan global. Setelah sukuk senilai 9 miliar dolar AS selama periode
tersebut, Arab Saudi mengumumkan bahwa mereka akan memanfaatkan pasar
sukuk lokal. "Selama semester pertama, bank syariah melakukan lebih baik
daripada rekan-rekan konvensional mereka," kata Mohamed.
Sementara
itu ekonom syariah Adiwarman Karim menilai, perkembangan ekonomi
syariah tentu sangat tergantung kepada ekonomi global. Hal ini juga akan
mempengaruhi ekonomi syariah dalam negeri. "Tahun depan ekonomi syariah
bisa membaik signifikan. Namun ada faktor lain yaitu faktor keadaan
perekonomian Indonesia sendiri yang harus menunggu normal atau
stabilisasi perekonomian dunia," kata dia kepada Republika.
Menurut
Adiwarman, ekonomi syariah di Indonesia semestinya tumbuh lebih baik
setelah di bentuknya Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). Dengan
KNKS, pemerintah, lembaga keuangan serta lembaga filantropi seperti
Baznas dan BWI yang berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi syariah
akan dapat bersinergi lebih baik.
Apalagi, lanjut Adiwarman, selama ini kekuatan ekonomi syariah berasal dari inisiatif masyarakat (bottom up).
"Dengan adanya Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), kita harapkan
menjadi lengkap, ada pendekatan top down, sehingga harmonisasi dan
koordinasi yang selama ini menjadi persoalan di pengembangan keuangan
syariah bisa diatasi," katanya. []
Sumber: Republika
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar