SURABAYA -- Optimalisasi ekonomi syariah dapat turut membantu ekonomi
dan mengurangi tekanan pada neraca transaksi berjalan Indonesia. Hal itu
diungkapkan Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo saat pembukaan
Indonesia Shari'a Economic Festival (ISEF) 2017, di Grand City Convex,
Surabaya, Kamis (9/11).
Pembukaan ISEF 2017 dihadiri oleh Wakil
Presiden RI Jusuf Kalla, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
Bambang Brodjonegoro, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) Wimboh Santoso, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin
Simanan (LPS) Halim Alamsyah.
Dalam sambutannya, Gubernur Bank
Indonesia Agus DW Martowardojo menyatakan, ekonomi dan keuangan syariah
bukan suatu konsep eksklusif yang hanya ditujukan kepada umat Islam,
melainkan konsep inklusif yang secara aktif melibatkan seluruh lapisan
masyarakat dalam menggerakkan roda perekonomian.
Konsep tersebut
mendorong pesatnya perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di dunia
dan Indonesia. Hal itu tampak dari volume industri keuangan syariah
global pada 2015 yang mencapai Rp 3,8 triliun dolar AS, dan diperkirakan
meningkat menjadi 6,3 triliun dolar AS pada 2021.
"Pertumbuhan
ini memicu berbagai negara di dunia untuk berlomba-lomba memanfaatkan
peluang dan berupaya menjadi pemain utama di industri halal global.
Tidak hanya negara yang mayoritas penduduknya Muslim, tapi negara-negara
lain, seperti Inggris, Jepang, Cina, Korea, dan Thailand," ucap dia.
Indonesia
sebagai negara mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia dianggap
memiliki potensi besar industri halal global, tetapi sampai saat ini
masih belum termanfaatkan dengan baik. Indonesia masih menjadi importir
produk industri makanan halal, wisata halal, dan busana halal.
Padahal
Indonesia, menurut dia, harus mampu melakukan ‘swasembada’ produk
halal. Hal itu karena kalau hanya melakukan impor bisa memperlebar
defisit transaksi berjalan dan menekan neraca pembayaran Indonesia
sehingga akan mengancam kemandirian dan ketahanan perekonomian nasional.
Karena
itu, menurutnya, potensi industri halal yang besar perlu dimanfaatkan
sebaik-baiknya untuk kemanjuan ekonomi Indonesia. Agus juga menilai
perlunya akselerasi ekonomi dan keuangan syariah dengan mengoptimalkan
dan mengintegrasikan potensi yang dimiliki. Termasuk integrasi sektor
keuangan komersial syariah dan sektor sosial syariah, seperti zakat,
infak, sedekah, dan wakaf.
Penyelenggaraan ISEF, kata Agus, untuk
meningkatkan pemahaman dan keterlibatan berbagai segmen masyarakat
terhadap ekonomi dan keuangan syariah. Selama empat kali penyelenggaraan
ISEF, secara bertahap telah memfasilitasi terbentuknya landasan yang
kokoh bagi terbentuknya peran ekonomi dan keuangan syariah dari tahun ke
tahun.
Dalam tiga kali perhelatan ISEF, capaian penting yang
dilakukan Indonesia, antara lain, terbentuknya forum ilmiah domestik dan
global, diterimanya Zakat Core Principles sebagai acuan internasional,
dimulainya penyusunan Waqf Core Principles sebagai inisiatif lintas
negara yang dimotori Indonesia, adanya paradigma baru intergais
keuangan, serta terbentuknya Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS).
"ISEF
2017 dengan tema mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif yang lebih
berdaya tahan melalui koordinasi yang lebih erat. ISEF diupayakan dapat
menjangkau keterlibatan masyarakat lebih luas untuk membangkitkan
potensi lebih besar," ucap Agus.
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla
menekankan, pentingnya memulai usaha yang sebaik-baiknya mengingat
sebagian besar sumber rezeki berasal dari perdagangan. Untuk itu,
kegiatan pesantren-pesantren di bidang ekonomi, termasuk mengajarkan
santrinya untuk berdagang, sangat penting.
"Berbagai usaha, baik
di bidang pertanian maupun bidang lainnya, halal selama tidak melanggar
ajaran agama. Tentunya, agar sistem keuangan syariah berjalan lancar,
seluruh pihak harus melaksanakan peran masing-masing secara jujur,"
katanya menerangkan.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan,
forum ISEF merupakan perhelatan yang harus diapresiasi karena merupakan
wujud kemauan dan komitmen untuk mengembangkan konsepsi ekonomi syariah.
Soekarwo
menjelaskan, Jatim memiliki potensi UMKM mencapai 6,8 juta dengan
kontribusi PDRB sebesar 54,98 persen terhadap total PDRB Jatim. Upaya
pemprov dalam mendukung pembiayaan UMKM, antara lain, melalui
pembentukan lembaga keuangan mikro, seperti koperasi wanita, koperasi
karyawan, koperasi pondok pesantrenn dan lembaga mikro fungsional di
majelis taklim.
Hingga September 2017, Soekarwo menyebut adanya
peningkatan total aset perbankan syariah sebesar 23,41 persen.
Sedangkan, peningkatan aset perbankan konvensional di Jatim hanya 10
persen. Pertumbuhan pembiayaan syariah sebesar 8,34 persen, sedangkan
bank umum konvensional hanya tujuh persen.
Sebanyak 64,34 persen
dari pembiayaan syariah disalurkan untuk peningkatan ekonomi produktif
untuk modal kerja dan investasi. "Model pembiayaan syariah adalah yang
diharapkan dan bisa mengenerated ekonomi Jawa Timur," ungkapnya. []
Sumber:Republika
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar