SURABAYA - Acuan pengelolaan wakaf internasional (Waqf Core
Principles/WCP) sedang disusun oleh Bank Indonesia (BI) bersama Badan
Wakaf Indonesia (BWI) dan akademisi. Untuk dapat melaksanakan WCP,
dinilai perlu adanya klasifikasi lembaga pengelola wakaf.
Naskah
WCP terdiri atas 28 butir. Naskah tersebut telah didiskusikan dalam
kegiatan dengar pendapat dalam acara Indonesia Sharia Economic Festival
(ISEF) 2017 di Grand City Convex Surabaya, Rabu (8/11).
Presiden
Direktur Global Wakaf, Imam Teguh Saptono, menyatakan mendukung untuk
menjadikan lembaga wakaf menjadi lebih profesional, transparan, dan
akuntabel melalui pelaksanaan WCP. Namun, nantinya dalam pelaksanaan
WCP, Imam menilai sebaiknya lembaga wakaf diklasifikasi terlebih dahulu
selayaknya bank.
Pada saat bank akan menerapkan Basel 1, 2, dan 3
juga tidak langsung berlaku bagi seluruh bank. Sebab, terdapat
klasifikasi bank, seperti bank devisa dan nondevisa, bank kategori
kompleks dan nonkompleks dan sebagainya.
"Jadi nanti lembaga
wakaf ada baiknya diklasifikasi juga. Artinya, tidak seluruh WCP yang
kemarin didiskusikan dalam public hearing, yang ada 28 butir itu
langsung berlaku untuk seluruh lembaga wakaf," ucap Imam .
Imam
menjelaskan, ada beberapa item dalam WCP yang berkaitan jika lembaga
wakafnya sudah menjalankan wakaf tunai (cash wakaf) maupun wakaf tunai
secara temporer (cash wakaf temporer). Selain itu, dalam perjalannya
nanti, Imam juga menilai perlunya dilakukan revisi terhadap
undang-undang wakaf.
Sebab, untuk melaksanakan WCP agar lebih
ideal akan lebih sulit jika dilaksanakan lembaga wakaf perorangan.
Selama ini, wakaf perorangan masih diakomidasi oleh undang-undang wakaf.
"Jadi harapannya ke depan lembaga wakaf sebaiknya memang bukan
perorangan tapi badan hukum atau yayasan," jelasnya.
Selanjutnya,
dari sisi aspek pemenuhan. Menurutnya, aspek pemenuhannya juga harus
diberikan baik itu badan wakaf atau badan wakaf bekerja sama dengan Bank
Indonesia memberikan panduan untuk memnuhi WCP tersebut. Misalnya,
sertifikasi maupun bantuan teknis.
"Tapi kembali lagi perlu
dikaji. Yang penting jangan 28 itu diterapkan sekaligus karena nanti
yang jadi malah wakafnya masih sedikit semuanya malah mengkeret karena
harus melaksanakan regulasi," kata Imam.
Terkait klasifikasi
tersebut, menurut Imam, selama ini ada lembaga wakaf yang hanya
penyelenggara aset wakaf, artinya lembaga tersebut hanya dititipi
kuburan dan masjid. Berbeda dengan lembaga pengelola wakaf yang memang
diberikan aset produktif.
Imam merinci, lembaga wakaf bisa
diklasifisikan, pertama nadzir yang hanya mengelola aset wakaf
produktif. Kemudian meningkat nazir yang menerima dan mengelola aset
wakaf produktif. Kemudian meningkat lagi, nazir yang menerima dan
mengumpulkan wakaf tunai (cash wakaf). Dan yg paling tinggi, lembaga
pengelola wakaf yang sudah menerbitkan wakaf temporer karena sudah semi
investasi.
"saya mau wakafkan uang misalkan Rp 10 miliar untuk
waktu lima tahun. Dan itu harus kembali kan, dan itu lebih membutuhkan
pengelolaan risiko yang lebih tinggu. Itu tingkatnya lebih tinggi lagi,"
terang mantan Direktur Utama BNI Syariah tersebut.[]
Sumber:Republika
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar