Nusa Dua, - Bank Indonesia (BI) meluncurkan Waqf Core Principal dalam rangka memanfaatkan potensi wakaf untuk menggeliatkan perekonomian nasional.
Waqf Core Principal merupakan dokumen lengkap yang berisi tentang tata kelola dan arah wakaf di masa depan sebanyak 17 butir, yang diharapkan ke depannya bisa memenuhi pembiayaan melalui Sustainable Development Goals (SDGs).
"Kita tidak bisa hanya mengandalkan ekonomi konvensional. Ini memicu kita mencari pendekatan baru mendukung pencapaian pertumbuhan berkelanjutan," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rangkaian IMF-WB Annual Meetings di Nusa Dua, Bali, Ahad (14/10/2018).
"Salah satu solusi yang tersedia adalah memanfaatkan ekonomi dan keuangan Islam," katanya.
BI, bersama dengan IRTI-IDB dan Baznas sejatinya sudah menginisasi Waqf Core Principal sejak 2014, yang memang akan menjadi referensi utama untuk pengelolaan zakat di lebih dari 14 ngara.
Prinsip ini, sambung dia, pun menetapkan enam bidang dasar yang dikembangkan mencakup pengaturan hukum, tata kelola yang baik, manajemen risiko, pengawasan, dan integritas keuangan.
"Selain itu kami juga telah mengembangkan wakaf yang memungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam proyek sosial yang akan difasilitasi oleh Badan Wakaf Indonesia dan Kementerian Keuangan," katanya.
Selain meluncurkan Waqf Core Principal, bank sentral pun meluncurkan uang tunai Waqf Linked Sukuk senilai Rp 12 miliar, yang sumber dananya akan digunakan untuk pembiayaan kegiatan sosial, seperti membantu korban bencana alam.
"Salah satunya mungkin sebagian akan digunakan untuk pendanaan korban bencana yang ada di Lombok dan ada di Palu. Jumlahnya masih akan terus bertambah, tapi ini sebagaian dari Islamic Financing Instrument," kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo.
Potensi besar
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengemukakan, potensi keuangan syariah, terutama zakat memang besar. Berdasarkan catatan Bappenas, potensi zakat di Indonesia bisa mencapai Rp 100 triliun hingga Rp 200 triliun.
"Tetapi, yang paling penting adalah meningkatkan kesadaran dulu. Karena sebenarnya zakat itu sesuatu yang wajib dilakukan. Setiap tahun 2,5% dari aset atau dari penghasilan kita," kata Bambang.
"Sehingga perlu didorong terus menerus, sehingga kesadaran itu timbul. Sudah ada fasilitas yang membuat zakat itu mengurangi kewajiban kita membayar pajak. Jadi sebenarnya tinggal peningkatan kesadaran," ujarnya.
Sumber: CNBC Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar