JAKARTA -- Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyampaikan bisnis ritel bisa menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi di era normal baru akibat dampak dari pandemi Covid-19. Untuk itu, Mendag Agus meminta para pelaku usaha ritel agar berupaya menjalankan bisnis ritel dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, baik bagi pekerja maupun konsumennya.
“Pemerintah memandang bahwa keselamatan masyarakat tetap menjadi prioritas utama nasional. Namun, ekonomi nasional juga harus diselamatkan dengan tetap mengutamakan kesehatan masyarakat,” kata Mendag di Jakarta, Jumat (19/6).
Menurut Mendag, kontribusi sektor perdagangan secara umum, dan bisnis ritel secara khusus, terhadap perekonomian Indonesia tetap penting, meskipun pertumbuhannya melambat selama masa pandemi. Pada kuartal I 2020, kontribusi sektor perdagangan besar dan eceran terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional tercatat 10,68 persen, tidak jauh berbeda dibanding kuartal sebelumnya selama lima tahun terakhir.
Mendag melanjutkan konsumsi domestik memberikan kontribusi lebih dari 50 persen terhadap PDB selama lima tahun terakhir. Selain itu, pada triwulan I 2020, kontribusi konsumsi terhadap PDB tercatat naik hingga 58,14 persen.
“Melihat kontribusi sektor perdagangan dan pentingnya konsumsi dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, pemerintah terus berupaya secara maksimal agar bisnis ritel tetap bergairah di masa pandemi Covid-19,” tandas Mendag.
Ia mengungkapkan pembukaan aktivitas perdagangan tidak bisa langsung mengembalikan 100 persen omzet. Namun, dengan adanya aktivitas perdagangan, paling tidak pelaku usaha tetap mendapat pemasukan. Untuk itu, pemerintah akan memberikan insentif untuk bisnis ritel di masa pandemi Covid-19.
“Kami telah mengusulkan pemberian insentif untuk bisnis ritel kepada Menteri Kordinator Bidang Perekonomian berdasarkan masukan dari pelaku usaha terkait. Semoga dalam waktu dekat, usulan insentif tersebut dapat segera direalisasikan,” katanya.
Agus juga menyampaikan kelas menengah saat ini mengalami penurunan pendapatan rata- rata 30 persen. Selain daya beli yang tertekan, mereka juga mengalami penurunan keinginan untuk berbelanja karena cenderung menghindari penularan virus selama pandemi.
Selain itu, pola transaksi kelas menengah juga banyak beralih ke platform digital. Kombinasi dari berbagai hal tersebut menyebabkan bisnis ritel kehilangan potensi penerimaannya hingga 70 persen.
Sebagai respons atas perubahan pada kelas menengah selama pandemi, pemerintah melakukan beberapa langkah. Pertama, memastikan bahwa pusat-pusat perbelanjaan, baik modern maupun tradisional, menerapkan dan menjaga standard kesehatan yang ketat.
Hal ini penting dilakukan agar kelas menengah, terutama yang masih memiliki daya beli, memiliki kepercayaan, dan keinginan untuk berbelanja kembali.
Kedua, mendorong bisnis ritel untuk bisa beradaptasi dengan pola perubahan transaksi di masa mendatang. Yaitu, tidak hanya bisnis fisik tapi juga mulai masuk ke ekosistem bisnis digital dengan memadukan penjualan luring dengan daring. []
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar