JAKARTA -- Korban binary option semakin bertambah. Keinginan untuk bisa kaya secara instan dibarengi rendahnya ilmu dan literasi keuangan disebut menjadi penyebab binary option terus memakan korban.
Pengamat menilai, masyarakat mudah tergiur dengan iming-iming keuntungan lebih yang dipromosikan influencer. Di sisi lain, masyarakat tidak memiliki pengetahuan mengenai produk investasi.
“Yang dibutuhkan ke depan adalah pengetahuan masyarakat terkait cara kerja produk-produk investasi, dan agar tidak mudah tergiur keuntungan cepat,” kata Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ajisatria Suleiman, Selasa (15/2).
Dia mengatakan, literasi dibutuhkan sejak dini, sejak dari sekolah. Karena itu, agar optimal perlu kerja sama lebih erat antara regulator, industri, dan instansi pendidikan. Menurut Ajisatria, pemerintah perlu melakukan edukasi lebih masif kepada masyarakat agar tidak mudah tergiur keuntungan dengan cara cepat.
Ajisatria mengatakan, model investasi yang ditawarkan binary option dan semacamnya ini memiliki tingkat volatilitas yang tinggi. Selain dapat menghadirkan keuntungan besar, binary option juga memiliki risiko sama besarnya atau high gain high risk.
Ajisatria pun menggarisbawahi, edukasi atau peningkatan literasi keuangan masyarakat ini nantinya juga harus dapat mencakup pemahaman akan risiko investasi, revenue generation, dan legalitas. "Literasi termasuk pemahaman produk mencakup risiko, revenue generation dan legalitas," ujarnya.
Dia menjelaskan, masyarakat yang memiliki literasi keuangan dan digital yang rendah ini menjadi sasaran empuk dari penjaja investasi bodong. Tercatat, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia saat ini baru sebesar 38,03 persen dan indeks literasi digital Indonesia berada di level 3,49 pada 2021.
"Literasi digital kita terhitung masih buruk yang dapat dilihat dari semakin maraknya kasus pencurian data digital hingga penipuan online. Literasi keuangan juga masih sangat rendah," ujarnya. []
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar