JAKARTA--Investasi anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk di PT Gojek Tokoepedia (GOTO) dinilai sangat strategis dan menguntungkan di masa depan. Dalam jangka pendek, kolaborasi bisnis antara PT Telkomsel, anak usaha PT Telkom dalam ekosistem GOTO bagus untuk menjangkau pasar digital yang lebih luas.
Peneliti Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai kerja sama ini memberikan keuntungan yang setara kepada kedua belah pihak. Telkomsel dan GOTO akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari kerja sama yang dijalin, setelah keduanya menyepakati investasi dan rencana kemitraan. “GOTO menawarkan future values dan karakter yang intangible. Aset yang dimiliki adalah teknologi yang memang berbentuk intangible asset atau aset tak berwujud,” kata Nailul Huda, Senin.
Jenis aset inilah, kata Nailul, yang merupakan investasi jangka panjang. Hal ini sejalan dengan perkembangan ekonomi digital di Tanah Air.
Huda menyebut keuntungan lain yang diterima oleh Telkomsel yakni selisih dari harga saham serta perluasan pasar dengan memanfaatkan solidnya ekosistem digital yang telah dibangun oleh GoTo. Telkomsel bisa untung dalam hal produk yang yang ada kerja sama dengan GoTo dalam penyediaan provider mitra. GoTo juga bisa memperluas bisnis dengan basis data dari Telkomsel.
Dari sisi GOTO, lanjut Huda, keuntungan akan dirasakan melalui prospek harga saham yang kian menjanjikan pasca investasi tersebut, serta potensi perluasan bisnis melalui pemanfaatan data yang diperoleh dari Telkomsel.
Pengamat pasar modal Reza Priyambada menilai investasi sejumlah perusahaan terhadap GOTO termasuk Telkom melalui Telkomsel, kiranya perlu dipisahkan antara investasi dalam bentuk penyertaan terhadap bisnis dan investasi dalam bentuk nonbisnis.
Menurut Reza, investasi yang terkait dengan bisnis bisa diilustrasikan seseorang ikut berinvestasi dalam bisnis perusahaan tersebut. Artinya, dia tidak terlalu melihat apakah harga saham di pasar naik atau turun.
Hal ini seperti dilakukan Telkom di mana melihat potensi masa depan dan kolaborasi untuk meningkatkan nilai perusahaan. "Fokusnya kepada kelangsungan bisnis dan pengembangan maupun ekspansi bisnis yang dilakukan," ucap Reza, beberapa waktu lalu.
Untuk investasi nonbisnis, lebih melihat ke hasil atau return jangka pendek yang bisa diambil. Ada target return yang hendak dicapai. Perusahaan yang berinvestasi di GOTO bukan melihat kenaikan harga saham dalam jangka pendek tapi bisnis jangka panjangnya. Kata Reza, ini seperti investasi yang dilakukan Telkom di GOTO yang lebih terkait dengan potensi di masa depan.
Kerja sama keduanya mengedepankan sisi kolaborasi yang saling menguntungkan di antara kedua belah pihak. Harapannya, kata Reza, sama-sama mengerek kinerja dan memberi manfaat luas kepada masyarakat.
Riset PT Trimegah Sekuritas menargetkan harga saham perusahaan teknologi terbesar di Indonesia ini sebesar Rp 380 per saham. Pekan lalu, saham GoTo tercatat melesat lebih dari 56 persen ke Rp 304 persen saham dan menjadi top gainer serta penyokong penguatan indeks harga sama gabungan (IHSG).
Selain itu, pertumbuhan pendapatan bisnis perseroan akan meningkat seiring dengan kebijakan pemerintah melonggarkan penggunaan masker. Mobilitas masyarakat akan meningkat dan berdampak pada pertumbuhan bisnis GOTO.
Berdasarkan riset Trimegah, ekosistem GOTO memiliki value bisnis yang sulit ditiru dan akan selalu terdepan di Indonesia, negara dengan populasi lebih dari 170 juta orang merupakan kelas menengah-atas. Dalam survei terhadap 1.002 responden yang dilakukan Trimegah, sekitar 81 persen responden memilih setidaknya satu layanan.
Trimegah memproyeksi pendapatan GOO tahun ini akan menyentuh Rp 9,51 triliun atau naik hampir dua kali lipat daripada 2021 sebesar Rp 5,23 triliun. Efek pemulihan ekonomi akan dirasakan pada 2023 dengan proyeksi pendapatan GoTo mencapai di atas Rp 16 triliun.
Telkomsel memiliki saham GOTO senilai 450 juta dolar AS atau setara Rp6,4 triliun. Nilai tersebut setara dengan jumlah saham yang dimiliki sebanyak 23,7 miliar lembar atau sama dengan Rp 270 per saham.
Modal yang digelontorkan TLKM tersebut lebih murah jika dibandingkan dengan nilai saham GoTo saat menjual ke publik atau IPO yang Rp 338 per saham. Investasi jangka panjang yang dilakukan Telkom di GOTO mirip yang dilakukan investor strategis lainnya di GOTO seperti Google, Tencent, KKR, Facebook, dan Visa.
Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana menambahkan setelah masuknya investasi, GOTO berpeluang membuka pasar baru bagi Telkomsel melalui berbagai kerja sama. Investasi itu merupakan aksi yang dilakukan Telkomsel untuk memperluas basis pelanggan dengan memanfaatkan keberhasilan GoTo dalam membangun ekosistem digital.
Terkait unrealized loss saham Telkomsel di GOTO, akademisi dan pengamat ekonomi Andi Desfiandi menilai merupakan hal wajar dalam investasi. Menurut dia, banyak pihak yang tidak paham soal unrealized loss ini.
Apalagi, kata Andi, yang meniupkan isu tersebut adalah politisi atau pihak-pihak yang tidak memahami mengenai portfolio saham serta kinerja investasi, dan hanya sekadar membuat riuh jagat maya. Ruang publik jadinya dipenuhi informasi-informasi yang tidak benar soal investasi Telkomsel di GOTO.
Ia menjelaskan perlu menjadi perhatian dan pemahaman bersama bahwa nilai saham yang diinvestasikan akan fluktuatif sesuai harga pasar saham tersebut, dicatatkan di neraca saat periode tutup buku di mana ini sifatnya hanya 'berpotensi rugi/unrealized loss' atau 'berpotensi untung/unrealized gain'.
"Artinya, ini baru potensi rugi/untung karena nilai saham saat pencatatan neraca harga sahamnya lebih rendah/lebih tinggi dari harga akuisisi awal. Baru dianggap rugi/untung apabila portfolio saham tersebut benar benar dijual sehingga akan muncul kerugian atau keuntungan dari hasil penjualan saham tersebut," kata Andi.
Dalam akuntansi, unrealized loss/unrealized gain biasanya tidak dicatatkan dalam laporan laba rugi, tetapi masuk ke pendapatan menyeluruh (comprehensive income). Sebab, aset saham biasanya masuk ke akun tersedia untuk dijual atau available for sell saat dibeli.
Sebagai catatan, Telkom tahun lalu juga mencatatkan unrealized gain Rp 2,5 Triliun atas inveatasi saham GOTO dan itu juga hanya bersifat 'potensi'. Penurunan nilai saham tersebut akan benar-benar menjadi kerugian atau tidak, bergantung pada saat penjualan aset tersebut dilakukan.
Masa Jabatan Dirut Telkom
Ada pihak mempersoalkan masa jabatan Ririek Adriansyah sebagai Dirut Telkom. Staf Khusus (Stafsus) Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga mengatakan masa jabatan Dirut Telkom saat ini masih on the track dan tidak menyalahi aturan apapun.
Arya Sinulingga menepis anggapan bahwa Ririek Adriansyah sudah habis masa jabatannya sebagai direktur utama PT Telkom. Ririek dianggap sudah dua kali periode atau sepuluh tahun dan dinilai sudah tak bisa lagi melanjutkan kepemimpinannya di Telkom."Pak Ririek itu 2019 diangkat jadi dirut. Pak Ririek itu sebelumnya di Telkomsel, bukan dirut Telkom. Baru pada tahun 2019 beliau di Telkom. Jadi masih bisalah jadi dirut Telkom," ujar Arya, beberapa waktu lalu.
Ia menyebut di PP-nya ada aturan lima tahun sebagai dirut, setelah itu bisa diperpanjang lima tahun lagi. "Masa periodenya 10 tahun, 2019 baru tiga tahun. Ini BUMN yang sama," ucap Arya.
Arya menegaskan tidak ada rencana penggantian jabatan dirut Telkom pada RUPS 27 Mei. "RUPS-nya tidak ada agenda itu kan, tidak ada agenda pergantian kepengurusan," kata Arya.
Pada ketentuan PP 45/2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran BUMN, khususnya Pasal 19 ayat 1 beserta penjelasannya mengatur bahwa Anggota Direksi BUMN diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Dengan demikian, Anggota Direksi BUMN maksimal menjabat pada satu BUMN selama 10 (sepuluh) tahun.
Pada Permen BUMN 11/2021 tentang Persyaratan, Tata Cara Pengangkatan, dan Pemberhentian Anggota Direksi BUMN (termasuk Permen BUMN sebelumnya yang telah dicabut) sebagai aturan turunan dari PP 45/2005 mempertegas pengaturan terkait masa jabatan Anggota Direksi BUMN dimaksud dengan mengatur bahwa syarat untuk diangkat sebagai Direksi BUMN adalah tidak menjabat sebagai Direksi pada BUMN yang bersangkutan selama 2 (dua) periode berturut-turut.
Untuk masa jabatan Ririek Adriansyah sebagai direksi Telkom seperti ini: Diangkat sebagai Anggota Direksi Telkom dalam RUPS Telkom tanggal 12 Mei 2012 dan berhenti dalam RUPS LB Telkom tanggal 19 Desember 2014.
Diangkat sebagai Direktur Utama PT Telkomsel periode 2014 sd 24 Mei 2019; Diangkat sebagai Direktur Utama Telkom pada tanggal 24 Mei 2019 dan masih menjabat sampai saat ini per tanggal 13 Mei 2022.
Sumber: Republika
0 komentar:
Posting Komentar