PebisnisMuslim.Com, Jakarta - Gelombang Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) massal yang terjadi belakangan ini dibenarkan
pengusaha. Diperkirakan sudah 1 juta pekerja di Indonesia yang terkena
PHK. Proses PHK terjadi dari Januari 2015 sampai sekarang.
Sebanyak 682.000 pekerja di antaranya terdeteksi dari pencairan Jaminan
Hari Tua (JHT), sedangkan sisanya adalah para pekerja kontrak dan buruh
harian yang tidak tercatat secara resmi.
Sekretaris Umum
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Suryadi Sasmita, mendesak
pemerintah segera menciptakan jutaan lapangan kerja baru untuk
menampung para pekerja korban PHK. Caranya ialah menggenjot
proyek-proyek infrastruktur yang sudah dianggarkan dalam APBN-P 2015.
"Pemerintah harus segera menggenjot pembangunan infrastruktur untuk
menciptakan lapangan kerja. Pembangunan infrastruktur itu kan memerlukan
jutaan orang pekerja, jadi jangan ditunda-tunda lagi," tandas Suryadi
saat dihubungi di Jakarta, Senin (28/9/2015).
Dia mengungkapkan,
sektor-sektor industri padat karya seperti tekstil, pertambangan, dan
properti yang sangat terpukul oleh buruknya kondisi perekonomian saat
ini.
"Hampir semua bisnis lesu. Yang paling banyak terjadi PHK di industri tekstil, retail, pertambangan batubara," tuturnya.
Suryadi menjelaskan, para pengusaha terpaksa melakukan PHK karena
pendapatan mereka terus merosot akibat permintaan meroset, sementara
biaya produksi terus meningkat akibat terus melemahnya kurs rupiah
terhadap dolar. Umumnya, bahan baku industri merupakan produk impor yang
dibayar menggunakan dolar.
"PHK sulit dibendung selama perekonomian masih turun. Biaya produksi kita melonjak sementara buyer terus turun," paparnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang
Kelembagaan dan Keanggotaan, Sarman Simanjorang menjelaskan dunia
industri ingin agar nilai tukar rupiah terhadap dolar kembali menguat.
Hal ini sangat ditekankan ke pemerintah sebab biaya produksi sangat
dipengaruhi oleh nilai tukar.
"Dengan nilai tukar yang terus
melemah, ngga bisa beli bahan baku. Daya beli turun, setelah produksi
ngga ada yang beli," ujarnya.
Sumber: detikfinance
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar