JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan upaya penciptaan lifestyle
atau gaya hidup yang mendukung ekosistem perekonomian syariah perlu
didukung permintaan masyarakat dalam produk-produk industri terkait.
"Kalau mau lifestyle
(syariah), maka harus ada permintaan. Potensinya besar untuk permintaan
sektor-sektor industri syariah," kata Wimboh dalam diskusi publik di
Jakarta, Jumat pekan lalu.
Produk industri syariah tersebut
antara lain menyangkut makanan halal, jasa keuangan, rekreasi, sandang,
kosmetik, dan obat-obatan. Wimboh menilai perekonomian syariah di
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan populasi Muslim terbesar
masih tertinggal dari negara-negara lain.
Hal tersebut dapat
dilihat dari Global Islamic Economy Indicator Score 2016-2017 yang
menunjukkan daya saing ekonomi syariah Indonesia hanya menempati
peringkat 10 atau tertinggal dari Malaysia dan negara-negara di
Semenanjung Arab. Selain itu, daya saing keuangan syariah Indonesia
hanya menempati peringkat tujuh, juga masih tertinggal dari Malaysia dan
negara-negara di Semenanjung Arab.
"Malaysia sudah lebih jauh di
atas kita, namun memang di sana ada komitmen besar dari pemerintahnya
mengembangkan ekonomi syariah," kata Wimboh.
Ia terutama
menyoroti mengenai peluang pengembangan sistem keuangan syariah di
Indonesia, di mana tahap pertama yang perlu dilakukan adalah
meningkatkan taraf hidup masyarakat supaya memunculkan permintaan
industri syariah. Upaya meningkatkan taraf hidup tersebut diwujudkan
melalui pengembangan lembaga keuangan syariah yang kemudian harapannya
dapat merangsang masyarakat masuk ke sektor syariah.
Kemudian,
lanjut Wimboh, pengembangan ekonomi syariah juga dapat dilakukan dengan
merambah masyarakat yang sudah mapan untuk memulai gaya hidup syariah.
"Sekarang ini kami mulai perbaikan dalam bentuk rebranding. Yang lebih penting adalah bagaimana menciptakan usaha-usaha syariah," kata dia.[]
Sumber:Republika
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar